Sabtu, 15 November 2014

Makalah KANKER SERVIKS



BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyakit kanker merupakan masalah kesehatan di berbagai Negara termasuk Indonesia. Berdasarkan data Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2002, Di Indonesia, hasil pemeriksaan patologi menyatakan lima kanker terbanyak adalah kanker leher rahim, payudara, kelenjar getah bening, kulit dan nasofaring (Harianto, 2004).
Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang mempunyai beberapa masalah kependudukan. Jumlah kelahiran hidup di seluruh rumah sakit di Indonesia pada tahun 2006 adalah 116.991 kelahiran. Upaya untuk menekan angka kelahiran salah satunya dengan menurunkan tingkat kelahiran yaitu melalui program keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005).
Kontrasepsi suntik untuk kebutuhan keluarga berencana di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun dengan berbagai jenis preparat kontrasepsi suntik yang tersedia. Pada tahun 2001 WHO menyatakan bahwa prevalensi penggunaan kontrasepsi suntik di Indonesia sebesar 10% sedangkan di seluruh dunia adalah 2%.1 Kontrasepsi suntik (Depo-Provera®) DMPA danCyclofem® (kombinasi DMPA dan Estradiol sipionate) sering digunakan karena memiliki kelebihan-kelebihan antara lain: dapat dilakukan di luar klinik, kemungkinan salah atau lupa kecil, jangka waktu pemakaian cukup lama, reversibilitas tinggi dan sebagian masyarakat masih menganggap pemberian obat secara suntik merupakan cara yang paling mujarab (Harianto, 2004).
Kaitan hormon-hormon tertentu dengan perkembangan kanker tertentu telah terbukti. Hormon bukanlah karsinogen, tetapi dapat mempengaruhi karsinogenesis. Hormon dapat mengendalikan atau menambah pertumbuhan tumor. Dasar pemberian terapi hormon dan beberapa terapi pembedahan-hipofisioktomi dan ooferoktomi adalah prinsip karsinogenesis ini Juga telah terbukti bahwa jaringan yang responsive terhadap endokrin-seperti payudara, endometrium, dan prostat tidak memperoleh kanker, kecuali jika distimulasi oleh growth-promothing hormone. Estrogen telah dikaitkan dengan adenokarsinoma pada vagina, payudara, uterus, dan tumor hepatic (Mary 2008).
Data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Indonesia tahun 2000, hanya 54,84% perempuan reproduksi yang memakai kontrasepsi dan metode KB yang terpopuler adalah suntikan (40,88%), pil (28,48%), dan AKDR (13,84%) (Suwiyoga, 2004).
Penyakit ini merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, bahkan tiap tahunnya sekitar seperempat juta wanita meninggal karena penyakit ini (Khasbiyah, 2004). Penyakit kanker serviks ini belum diketahui penyebabnya secara pasti, sehingga sulit untuk dilakukan pencegahan primer.Penyebabnya diduga antara lain melakukan hubungan seksual pertama kali di bawah umur 20 tahun, pasangan seksual dua orang atau lebih, cerai atau pisah dengan hubungan seksual yang tidak stabil, merokok, higiene perorangan yang rendah, kemiskinan, melahirkan anak pada usia muda, rangsangan terus-menerus pada leher rahim misalnya pada frekuensi koitus yang tinggi, peradangan, paritas lebih dari tiga dan adanya bahan-bahan mutagen yang diduga dapat merubah sel-sel di jaringan rahim secara genetik misalnya sperma yang mengandung bahan rokok, penggunaan kontrasepsi hormonal, komplemen histon, mikoplasma, klamidia, virus herpes simpleks (HSV 2), human papiloma virus tipe 16,18,31 (HPV 16, 18, 31),  rikomonas vaginalis (Rauf, 2006).



BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. ( Diananda,Rama, 2009 ).
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim.(Sarjadi, 2001)
2.    Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya disebut kanker serviks.
3.    Factor resiko:
1)      HPV ( Human Papiloma Virus ) HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata ) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18.
a.       Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papiloma.
b.      Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma pada kondilom akuminata.
c.       Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat.
d.      DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )
2)      Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
3)      Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18 tahun).
4)      Berganti - ganti pasangan seksual.
5)      Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks.
6)      Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran.
7)      Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
8)      Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun.
9)      Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara rutin dan pendidikan yang rendah. ( Dr imam Rasjidi, 2010 )
4.    Stadium klinis
Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri :Tingkat kriteria
Tahap O : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak terdapat bukti invasi.
Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel tumor tidak terdapat pada pembuluh limfa atau pembuluh darah.
Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan invasi serviks uteri.
Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga mengenai vagina (bukan sepertiga bagian bawah ) atau area para servikal pada salah satu sisi atau kedua sisi.
Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih bebas dari infiltrate tumor.
TahapIIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetap belum sampai pada dinding panggul.
Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah meluas kesalah satu atau kedua dinding panggul. Penyakit nodus limfe yang teraba tidak merata pada dinding panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu atau kedua ureter tersumbat oleh tumor.
Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan.
Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak
ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul ( frozen pelvic ) atau proses pada tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan atau kandang kemih (dibuktikan secara histologik ) atau telah terjadi metastasis keluar paanggul atau ketempat - tempat yang jauh.
Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rektrum dan atau kandung kemih.
Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh. ( Dr Imam Rasjidi, 2010 )
5.      Manesfestasi Klinik
1.      Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2.      Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80% ).
3.      Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
4.      Perdarahan spontan saat defekasi.
5.      Perdarahan diantara haid.
6.      Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
7.      Anemia akibat pendarahan berulang.
8.      Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf. (Dr RamaDiananda, 2009 )
6.      Patofisiologi
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila selkarsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalahkeperawatan nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu kerja sistem urinaria menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang menimbulkan masalah keperawatan resiko penyebaran infeksi. Keputihan yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium lanjut diantaranya anemia hipovolemik yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga timbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa efek samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan ( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan timbul masalah keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun akan muncul. Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher rahim ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya.
Kecemasan tersebut bias dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian. (Price, syivia Anderson, 2005)
7.    Pemeriksaan Penunjang
a.       Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP ) sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining sel - sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
b.      Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
c.       Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat ) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam kanalis serviskalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.
d.      Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol ( yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ). Konikasi diagnostik dilakukan pada keadaan - keadaan sebagai berikut :
1. Proses dicurigai berada di endoserviks.
2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.
4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
( Prof. R Sulaiman , 2006 )                                                                                        
8.    Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan stadium lanjut hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur keberhasilan pengobatan yang biasa digunakan adalah angka harapan hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadium atau derajatnya beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka harapan hidup untuk kanker leher rahim akan menurun dengan stadium yang lebih lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan sitostatika dalam ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
a.       Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel pada siklus termasuk obat - obatan non spesifik.
b.      Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu darimana
proliferasi termasuk obat fase spesifik.
c.       Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel lebih besar, termasuk obat - obatan siklus spesifik.
9.    Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi radiasi eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang digunakan untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik dengan menganjurkan menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant.
Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post pengobatan antara lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan, dan melakukan perawatan kulit dan mulut.
Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam perawatan umum adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas, sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan kebutuhan untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari, memasang kateter sesuai indikasi, latihan nafas panjan dan latihan rom dan jelaskan pada keluarga tentang pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi perawatannya yaitu monitor tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan posisi semi fowler, berikan makanan berserat dan cairan parenteral sampai 300ml dan memberikan support mental. Perawatan post pengobatan antara lain menghindari komplikasi post pengobatan ( tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ), monitor intake dan output cairan. (Bambang sarwiji, 2011)






BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
Usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual Salah satu faktor yang menyebabkan kanker serviks ini adalah menikah dibawah umur 18 tahun.
1. Perilaku seks berganti - ganti pasangan
Dengan perilaku tersebut kemungkinan virus penyebab terjadinya kanker serviks dapat ditularkan dengan mudah.
2. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi rendah dikaitkan erat karena tidak dapat melakukan pap smear secara rutin dan pola hubungan seksual yang tidak sehat.
3. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan dengan kurangnya pemahaman mengenai pencegahan dan penaganan kanker
seviks.
4. Aspek mental
harga diri, identitas diri, gambaran diri, konsep diri, peran diri, emosional.
5. Perineum
keputihan, bau, kebersihan Keputihan yang gatal dan berbau adalah tanda dari kanker leher rahim yang mulai mengalami metastase.
6. Nyeri ( daerah panggul atau tungkai )
Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang sudah mendesak dan abnor malita pada organ - organ daerah panggul.
7. Perasaan berat daerah perut bagian bawah
Sel - sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada syaraf - syaraf disekitar panggul dan perut, sehingga menimbulkan perasaan berat pada daerah tersebut.
8. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapat memicu sel kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada orang – orang dengan gemar berganti - ganti pasangan dengan mengesampingkan efek negatifnya kemungkinan besar dapat timbul gejala - gejala tersebut sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.
9. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantara siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker leher rahim.
10. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
2.    Diagnosa Keperawatan
1)      Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan kematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria :
a. pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0- 3.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skala
nyeri.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,
message.
c. Awasi dan pantau TTV.
d. Berikan posisi yang nyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional :
a. Mengetahui tingkat nyeri pasien dan menentukan tindakan yang
akan dilakukan selanjutnya.
b. Mengurangi rasa nyeri.
c. Mengetahui tanda kegawatan.
d. Memberikan rasa nyaman dan membantu mengurangi nyeri.
e. Mengontrol nyeri maksimum.
2)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah karena proses eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Dorong Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori, kaya protein
dan tetap sesuai diit ( Rendah Garam ).
d. Pantau masukan makanan setiap hari.
e. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
Rasional :
a. Untuk mengetahui status nutrisi
b. Memantau peningkatan BB.
c. Kebutuhan jaringan metabolik adequat oleh nutrisi.
d. Identifikasi defisiensi nutrisi.
e. Agar nutrisi terpenuhi
3)      Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengeluaran pervaginam ( darah, keputihan ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasien tidak terjadi penyebaran infeksi dan dapat menjaga diri dari infeksi .
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks
b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien
keluarga, pasien ke pasien lain dan klien ke pengunjung.
d. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
e. .Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.
Intervensi :
a. Kaji adanya infeksi disekitar area serviks.
b. Tekankan pada pentingnya personal hygiene.
c. Pantau tanda - tanda vital terutama suhu.
d. Berikan perawatan dengan prinsip aseptik dan antisepik.
e. Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi.
f. Koloborasi pemeberian antibiotik.
Rasional :
a. Mengurangi terjadinya infeksi.
b. Agar tidak terjadi penyebaran infeksi.
c. Mencegah terjadinya infeksi.
d. Membantu mempercepat penyembuhan.
e. Mencegah terjadinya infeksi.
4)      Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan
hilang atau berkurang.
Kriterial hasil :
a. Pasien mengatakan perasaan cemasnya hilang atau berkurang.
b. Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien.
c. Pasien tampak rileks, tampak senang karena mendapat perhatian.
d. Keluarga atau orang terdekat dapat mengenai dan mengklarifikasi
rasa takut.
e. Pasien mendapat informasi yang akurat, serta prognosis dan
pengobatan dan klien mendapat dukungan dari terdekat.
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
b. Beri lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk
mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara.
c. Pertahankan bentuk sering bicara dengan pasien, bicara dengan
menyentuh klien.
d. Bantu pasien atau orang terdekat dalam mengenali dan
mengklarifikasi rasa takut.Beri informasi akurat, konsisten mengenai
prognosis, pengobatan serta dukungan orang terdekat.
Rasional :
a. Memberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketakutannya.
b. Membantu mengurangi kecemasan.
c. Meningkatkan kepercayaan klien.
d. Meningkatkan kemampuan kontrol cemas.
e. Mengurangi kecemasan.
5)      Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan efek dari prosedur pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan intergritas kulit.
Kriteria hasil :
a. Pasien atau keluarga dapat mempertahankan keberhasilan
pengobatan tanpa mengiritasi kulit.
b. Pasien dan keluarga dapat mencegah terjadi infeksi atau trauma
kulit.
c. Pasien keluarga beserta TIM medis dapat meminimalkan trauma
pada area terapi radiasi.
d. Pasien, keluarga beserta tim medis dapat menghindari dan mencegah
cedera dermal karena kulit sangat sensitif selama pengobatan dan
setelahnya.
Intervensi :
a. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan.
b. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit
yang kering dari pada menggaruk.
c. Tinjau protokol perawatan kulit untuk pasien yang mendapat terapi
radiasi.
d. Anjurkan memakai pakaian yang lembut dan longgar pada, biarkan
pasien menghindari penggunaan bra bila ini memberi tekanan.
Rasional :
a. Mempertahankan kebersihan kulit tanpa mengiritasi kulit.
b. Membantu menghindari trauma kulit.
c. Efek kemerahan dapat terjadi pada terapi radiasi.
d. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit.
6)      Resiko injuri berhubungan dengan kelemahan dan kelelehan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
cedera atau injuri.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat meningkatkan keamanan ambulasi.
b. Pasien mampu menjaga keseimbangan tubuh ketika akan melakukan
aktifitas.
c. Pasien mampu meningkatkan posisi fungsional pada ektremitas.
Intervensi :
a. Intruksikan dan bantu dalam mobilitas secara tepat.
b. Anjurkan untuk berpegangan tangan atau minta bantuan pada
keluarga dalam melakukan suatu kegiatan.
c. Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan alat bantuan.
Rasional :
a. Membantu mengurangi kelelahan.
b. Membantu pasien untuk melakukan kegiatan.
c. Membantu mempercepat penyembuhan.
7)      Gangguan pola seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien
mampu mempertahankan aktifitas seksual pada tingkat
yang diinginkan bila mungkin.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu memahami tentang arti seksualitas, seksualitas
dapat diungkapkan dengan bentuk perhatian yang diberikan
seseorang.
Intervensi :
a. Kaji masalah- masalah perkembangan daya hidup.
b. Catat pemikiran pasien/ orang- orang yang berpengaruh bagi pasien
mengenai seksualitas
c. Evaluasi faktor- faktor budaya dan religius/ nilai dan konflik- konflik
yang muculberikan suasana yang terbuka dalam diskusi mengenai
masalah seksualitas.
d. Tingkatkan keleluasaan diri bagi pasien dan orang- orang yang
penting bagi pasien.
Rasional :
a. Faktor- faktor seperti menoupose dan proses penuan remaja dan
dewasa awal yang perlu masukan dalam pertimbangan mengenai
seksualitas dalam penyakit yang perawatan yang lama.
b. Untuk memberikan pandangan bahwa keterbatasan kondisi/
lingkungan akan berpengaruh pada kemampuan seksual tetapi
mereka takut untuk menanyakan secara lansung.
c. untuk mempengaruhi persepsi pasien terhadap masalah seksual yang
muncul.
d. Apabila masalah- masalah diidentifikasikan dan di diskusikan maka
pemecahan masalah dapat ditemukan
e. Perhatikan penerimaan akan kebutuhan keintiman dan tingkatkan
makna terhadap pola interaksi yang telah dibina
8)      Resiko tinggi terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan pervaginam.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok
berkurang atau tidak terjadi syok.
Kriterial hasi :
a. pasien tidak mengalami anemia
b. Tanda - tanda vital stabil.
c. Pasien tidak tampak pucat.
Intervensi :
a. Kaji adanya tanda terjadi syok
b. Observasi KU
c. Observasi TTV
d. Monitor tanda pendarahan
e. Check hemoglobin dan hematokrit
Rasional :
Mengetahui adanya penyebab syok
a. Memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat
terjadi pendarahan sehingga segera diketahui tanda syok.
b. TTV normal menandakan keadaan umum baik.
c. perdarahan cepat diketahui dapat diatasi sehingga pasien tidak
sampai syok.
d. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami


BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya .
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain, umur pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah kehamilan dan partus, infeksi virus, sosial ekonomi, hygiene dan sirkumsisi, merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim).
B.  Saran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar