Sabtu, 15 November 2014

Analisa jurnal tentang penyakit CAMPAK :Penyakit Tropik



TUGAS PENYAKIT TROPIK
CAMPAK

DI SUSUN OLEH :

HAERUL ANWAR
NIM :KP.12.00867

PRODI ILMU KEPERAWATAN (S1)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA
YOGYAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Definisi
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern,dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus,dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit
Campak (Measles) merupakan penyakit infeksi yang sangat menular disebabkan oleh virus campak dengan gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik), gejala khas bercak kemerahan di kulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4–7 hari, kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan (Chin,2000). Di dunia, kematian akibat campak yang dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000 dan 202.000 di antaranya di negara ASEAN serta 15% kematian campak tersebut di Indonesia (Depkes, 2006).
B.     Etiologi
Virus campak berasal dari genus Morbilivirus dan family Paramyxoviridae. Virus campak liar hanya patogen untuk primata. Kera dapat pula terinfeksi campak lewat darah atau sekret nasofaring dari manusia.Hopkins, Koplan dan Hinman menyatakan bahws campak tidak mempunyai reservoir pada hewan dan tidak menyebabkan karier pada manusia.
Virion campak berbentuk spheris, pleomorphic, dan mempunyai sampu! (envelope) dengan diameter 100-250 nm. Virion terdiri dari nukleocapsid yaitu helix dari protein RNA dan sampul yang mempunyai tonjolan pendeK pada permukaannya. Tonjoian pendek ini disebut pepfomer, dan terdiri dari hemaglutinin (H) pepiomer yang berbentuk buiat dan fusion (F) peplomer yang berbentuk seperti bel (dumbbell-shape). Berat molekul dari single stranded RNA adalah 4,5 X 106 (3,l2).
Virus campak terdiri dari 6 protein struktural, 3 tergabung dalam RNA yaitu nukleoprotein (N), polymerase protein (P), dan large protein (L); 3 protein lainnya berhubungan dengan sampul virus1'3'12. Membran sampul terdiri dari M protein {glycosylated protein) yang berhubungan dengan bagian dalam lipid bilayer dan 2 glikoprotein H dan F3'12. Giikoprotein H menyebabkan adsorbsi virus pada resptor host. CD46 yang merupakan complement regulatory protein dan tersebar !uas pada jaringan primata bertindak sebagai resptor glikoprotein H. Glikoprotein F menyebabkan fusj virus pada sel host, penetrasi virus dan hemolisis3. Dalam kultur set virus campak mengakibatkan cytopathic elect yang tcrdiri dari stellate cell dan mult/nucleated gisnt cells.Virus campak ini sangat sensitif pada panas dan dingin, cepat inaktivasi pada suhu 37°C dan 20"C. Selain itu virus juga menjadi :iiaktif dengan sinar ultraviolet, ether, trypsin dan p-propiolactone1. Virus tetap infektif pada bentuk droplet di udara selama beberapa jam terutarna pada keadaan dengan tingkat kelembaban yang rendah.

C.     Manifestasi Klinis
Setelah masa tunas selama 10-11 hari penyakit dsawali dengan demam dan malaise. Dalam waktu 24 jam terjadi korisa, konjungtivltis dan batuk. Keluhan tersebut semakin menghebat hingga mencapai puncaknya pada hari ke empat dengan muncuinya erupsi kulit. Kira-kira dua hari sebelum timbul ruam tampak bercak koplik pada selaput mukosa pipi yang berhadapan dengan molar. Dalam tiga hari lesi semakin bertarnbah dan mengenai seluruh mukosa. Demam menurun dan bercak koplik menghiiang pada akhir hari kedua setelah tirnbul ruam. Ruam berupa eupsi makulopapular yang kemerahan menjalar dari kepala (muka, dahi, garis batas rambut, telinga dan leher bagian stas) menuju ke ekstrimitas dalam 3 sampai 4 hari. Dalam 3 sampai 4 hari berikutnya ruam rnemudar sesuai urutan terjadinya.
Komplikasi yang terjadi pada penderita campak dapat disebabkan oleh perluasan infeksi virus, infeksi sekunder oleh bskteri atau keduanya Kompiikasi yang dapat terjadi antara lain otitis media, mastoiditis, pneumonia obstruktif  laringitis dan laryngotrakeobaronkitis. Selain itu dap&t pula terjad komplikasi pada sistem syaraf pusat seperti en&efalomyelitis akut dar subacute sclerosing panencephaliiis (SSPE). Penderita campak dicurigai adc komplikasi terutama jika panas beriangsung lebih lama.
Manifestasi klinis campak yang lain adatah campak at'pikal dan modified measles. Campak atipikai adalah campak yang terjadi pada seseorang yang mendapat vaksinasi virus campak mat!. Sesudah masa prodromal panas dar nyeri selama 1 atau 2 hari, muncul ruam yang dimulai dari extremitas dar dapat berupa urtikaria, makulopapular, hernoragik, vesikular ataupur kombinasi dari beberapa bentuk. Didapatkan juga panas yang tinggi, edema extremitas, hepatitis dan kadang-kadang efusi pleura. Pada pemeriksaar serologi campak didapatkan liter antibodi HI yang tinggi. Penyakit in canderung lebih parah daripada campak biasa.
Patogenesis campak atipika ini adalah vaksin dari virus campak yang mati tidak dapat menginduks antibodi terhadap protein F yang bertanggung jawab menyebarnya virus dar ssl yang satu ke se! yang lain. Vaksin virus campak mati ini digunakan pada tahun 1963 sampai 1967, maka konsekuensinya adalah bahwa penyakit in kini hanya dapat dijumpai pada orang dewasa. Modified measles adalah campak yang ringan karena penderita masih punya kekebalan terhadap virus, Hal ini dapat terjadi pada bayi yang masih mempunyai antibodi campak dari ibunya atau seseorang yang mendapatkan gamma globulin setelah kontal< pada penderita campak. Gejala klinis dapat bervariasi dan beberapa gejala klinis tertentu seperti percde prodromal, konjungtivitis, bercak Koplik dar ruam mungkin tidak di dapatkan.
Campak yang terjadi pada penderita dengan defisiensi imunitas selulei seperti AIDS, penderita dengan terapi keganasan, ataupun segala bentuk imunodefisiensi kongenital, cenderung lebih parah. Setelah pasien-pasien ini kontak dengan penderita campak, gejala klinis yang tampak adalah pneumonia giant cell tanpa didahului oleh timbulnya ruam. Pada kondisi seperti ini diagnose carnpak klinis sulit ditegakkan. Karena penderita dengan jmmunocompromised kemL-ngkinan jug& mempunyai respon antibodi yang buruk, maka isolasi virus merupakan satu-satunya alat diagnosa. Di negara berkembang, dilaporkan banyak campak berat yang kemungkinan berhubungan dengan respon imunitas seluler yang buruk pada anak dengan malnutrisi. Campak juga tampak lebih parah apabila terjadi pada orang dewasa3. Laporan CDC pcda tahun 1991 batwa insiden komplikasi terhadap campak lebih banyak terjadi pada pendeita dengan ussa iebih dari 20 tahun daripada anak-anak.
D.    Diagnosis
Diagnosa klinis pada campak klasik dengsn gejala batuk, korisa, bercak Koplik dan ruam makulopapular yang dimulai dsri wajah, mudah dilakukan. Sering pula didapatkan ieukopenia yang kemungkinan berhubungan dengan infeksi virus dan leukosit yang mati.
Diagnosa laboratoris berguna jika klinisi jarang melihat kasus campak atau adanya kemungkinan campak atipikal atau pneumonia dan ensefalitis yang tidak jelas pada penderita dengan immunocornpromised. Campak dapat didiagnosa secara laboratoris dengan isolasi virus, identifikasi virus antigen pada jaringan yang terinfeksi atau dengan respon serologis terhadap virus campak. Pemeriksaan antigen dapat dilakukan dengan pemeriksaan smunofluoresen dari sel yang berasal eksudat nasal ataupun dari sedimen urine. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan RT-PCR. Isolasi virus secara teknis sutit dilakukan dan fasilitas untuk isolas' virus ini tidak selalu tersedsa. Pada kultur virus, virus campak ini memperlihatkar, efek sitopatik yang terdili dari sel-sel yang berbentuk bintang, multinucleated syncytial giant cell yang berisi inklusi intranuklea' Pemeriksaan laboratoris yang sering digunakan adalah respons serologis. terhadap virus campak Pemeriksaan respon ini digunakar. cara ne^.rslisaF.i, fiksas' komplemen, ELISA (enzyme-linked immunoosorbent assay) dan HI (Hemaglutination-inhibition). Tes netrafisasi membutuhkan propsgasi virus in vitro yang secara teknis sulit dilakukan, sehingga meskipun cukup sensitif tes ini jarang dilakdkan. Tes HI kurang sensitif dibandingkan dengan netralisasi tetapi cukup bagus apabila dibandingkan antara dua kaii pengetesan. Diagnosa campak apabila terdapat peningkatan titer antibodi 4 kali atau lebih. ELISA lebih sensitif dan lebih mudah dilakukan, serta dapat pula mendeteksi Ig M spesifik terhadap virus campak pada fase akut. ACIP (Advisry Committee on Immunization Practice) merekomendasikan bahwa kriteria laboratoris untuk campak adalah serologi tes yang posilif untuk Ig M campak atau peningkatan titer antibodi yang signifikan atau didapatkan isolasi virus campak. Akhir-akhir ini dikembangkan pula pemeriksaan serologis dengan menggunctkan saliva.
E.     Insidence Prevalence/Epidemiologi Campak
1.      Distribusi dan Frekuensi Penyakit Campak
a. Menurut Orang
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan kadang kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan masyarakat yang lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur hidup.
b. Menurut Tempat
Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat terpencil. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi belum dapat direalisasikan. Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi campak pada tahun 1989-1991. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi, termasuk anak-anak di bawah umur 15 bulan. Di Afrika dan Asia, campak masih dapat menginfeksi sekitar 30 juta orang setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan 900.000 kematian.Berdasarkan data yang dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar 1.141 kasus campak di Afganistan pada tahun 2007. Di Myanmar tercatat sebanyak 735 kasus campak pada tahun 2006.
c. Menurut Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah utara. Sama halnya dengan udara pada musim kemarau di Persia atau Afrika yang memiliki insiden kejadian campak yang relatif tinggi pada musim-musim tersebut. Bagaimanapun, kejadian campak akan meningkat karena kecenderungan manusia untuk berkumpul pada musim-musim yang kurang baik tersebut sehingga efek dari iklim menjadi tidak langsung dikarenakan kebiasaan manusia.Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi di negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.
2.      Determinan Penyakit Campak
a. Host (Penjamu)
Beberapa faktor Host yang meningkatkan risiko terjadinya campak antara lain:
a.1. Umur
Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua kehidupan. Tetapi, di beberapa populasi, khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi secara signifikan pada usia dibawah 1 tahun, dan angka kematian mencapai 42% pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode ini, semua umur sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur terkena campak lebih tergantung oleh kebiasaan individu daripada sifat alamiah virus. Di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, tetapi ketika memasuki sekolah jumlah anak yang menderita menjadi meningkat.Sebelum imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus campak di negara industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah dasar dan pada anak dengan usia yang lebih muda di negara berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan perubahan dalam distribusi umur dimana kasus lebih banyak pada anak dengan usia yang lebih tua, remaja, dan dewasa muda.Penelitian Casaeri dengan desain kasus kontrol di Kabupaten Kendal menyebutkan bahwa anak dengan usia rentan yakni kurang dari 15 tahun memiliki kemungkinan risiko 4,9 kali lebih besar untuk terinfeksi campak dibanding pada anak umur kurang rentan.
a.2. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada wanita ataupun pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita secara garis besar lebih tinggi daripada pria. Kejadian campak pada masa kehamilan berhubungan dengan tingginya angka aborsi spontan.Berdasarkan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus kontrol mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita campak lebih banyak pada anak laki-laki yakni 62%.
a.3. Umur Pemberian Imunisasi
Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan faktor yang penting untuk menentukan umur imunisasi campak dapat diberikan pada balita. Maternal antibodi tersebut dapat mempengaruhi respon imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan yang adekuat. Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih mempunyai antibodi dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap imunisasi. Menunda imunisasi dapat meningkatkan angka serokonversi. Secara umum di negara berkembang akan didapatkan angka serokenversi lebih dari 85% bila vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di negara maju, anak akan kehilangan antibodi maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga pada umur tersebut direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan imunisasi dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat campak yang cukup tinggi di kebanyakan negara berkembang.Penelitian kohort di Arkansas menyebutkan bahwa jika dibandingkan dengan anak yang mendapatkan vaksinasi pada usia >15 bulan, anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia <12 bulan memiliki risiko 6 kali untuk terkena campak. Sedangkan anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14 bulan memiliki risiko 3 kali untuk terkena campak dibanding dengan anak yang mendapat vaksinasi pada usia 15 bulan.
Sedangkan sebuah studi kasus kontrol yang juga dilakukan di Arkansas menyebutkan bahwa anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14 bulan memiliki kemungkinan risiko terkena campak 5,6 kali lebih besar dibanding anak yang mendapatkan vaksin pada usia 15 bulan atau lebih.
a.4. Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak-anak lebih mudah mengalami infeksi silang. Kemiskinan bertanggungjawab terhadap penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Frekuensi relatif anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 3 kali lebih besar memiliki risiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak dibanding anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup.
a.5. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru.Penelitian Agunawan di desa Saung Naga Kecamatan Baturaja Barat dengan desain cross sectional menyebutkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian penyakit campak pada balita (p=0,000).
a.6. Imunisasi
Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi dan memiliki efek penting dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi relatif umur kasus dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut. Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak, manifestasi penyakit yang paling berat biasanya terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun. Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi dapat menimbulkan serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian. Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang sangat menular, masih dapat terjadi wabah pada anak usia sekolah meskipun 85-90% anak sudah mempunyai imunitas.Sebuah penelitian kohort yang dilakukan terhadap 627 siswa di Arkansas mendapatkan bahwa anak yang tidak mendapatkan vaksinasi berisiko 20 kali untuk terkena campak daripada anak yang memiliki riwayat vaksinasi pada usia 15 bulan atau lebih.Berdasarkan penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah menyebutkan bahwa anak yang tidak diimunisasi berisiko 29 kali untuk terkena campak dibanding anak yang mendapat imunisasi.
a.7. Status Gizi
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan. Scrimshaw mencatat bahwa kematian karena campak pada anak-anak yang ada di desa Guatemala menurun dari 1% menjadi 0,3% tiap tahunnya ketika anak-anak tersebut diberikan suplemen makanan dengan kandungan protein tinggi. Sedangkan pada desa yang menjadi kontrol dimana anak-anak tersebut tidak diberikan suplemen protein, angka kematian menunjukkan angka 0,7%. Tetapi karena hanya 27% saja dari anak-anak tersebut yang secara teratur mengkonsumsi protein ekstra, dapat disimpulkan bahwa perubahan rate yang didapatkan pada kasus observasi tidak seluruhnya disebabkan oleh suplemen makanan.
Dari sebuah studi dinyatakan bahwa elemen nutrisi utama yang menyebabkan kegawatan campak bukanlah protein dan kalori tetapi vitamin A. Ketika terjadi defisiensi vitamin A, kematian atau kebutaan menyertai penyakit campak. Apapun urutan kejadiannya, kematian yang berhubungan dengan penyakit campak mencapai tingkat yang tinggi, biasanya lebih dari 10% terjadi pada keadaan malnutrisi.
Penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah menyebutkan bahwa risiko anak yang memiliki status gizi kurang untuk terkena campak adalah 5,4 kali dibanding anak dengan status gizi baik.
Sedangkan penelitian Sulung di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat dengan desain cross sectional terhadap anak berumur 6 bulan -15 tahun mendapatkan hasil bahwa kejadian campak ada hubungannya dengan status gizi dimana anak dengan status gizi kurang mempunyai kemungkinan risiko 2,9 kali lebih besar untuk terkena campak.
b. Agent
        Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari famili Paramyxoviridae.
c. Lingkungan
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang.
Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%.
F.      Faktor Yang Mempengaruhi
Penyakit campak adalah suatu penyakit virus yang sangan menular yang mempunuai angkatan kesakitan dan kematian yang cukup tinggi dikalangan anak-anak. Program Imunisasi yang dijalankan dewasa ini adalah menurunan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh enam penyakit yang salah satunya diantaranya adalah penyakit campak.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah dalam rangka untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh serta kuatnya hubungan antara status imunisasi dengan timbulnya penyakit campak.
penelitian yang dijalankan adalah "kasus kelola" yang bersifak retrospektif yang akan mewawancarai 71 ibu yang anaknya pernah sakit campak sebagai "kasus" dan 71 lainnya yang tidak pernah menderita sakit campak sebagai "kelola". Hail penelitian yang didapat dari sejumlah 142 anggota sampel sebanyak 62 anak sudah diimunisasi (48,5%), sedangkan dari 71 kasus ternyata 27 anak sudah diimunisasi (38%).
Dari hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara imunisasi dengan timbulnya penyakit campak (OR=0,42) dan setelah diuji dengan statistik X2 test ternyata perbedaan tersebut bermakna untuk p=0,05. Demikian pula status nutrisi juga ada hubungan dengan timbulnya penyakit campak (OR=0,22). Setelah diuji dengan statistik (X2 test) ternyata perbedaan tersebut bermakna untuk p=0,05. Dengan demikian makan faktor imunisasi dan status nutrisi merupakan faktor pengaruh kepada timbulnya penyakit campak. Sedangkan faktor-faktor lainnya seperti, umur pemberian, umur, jenis kelamin, saudara rentan, saudara sakit, serta kepadatan penghunian ternyata bukan merupakan faktor pengaruh kepada timbulnya penyakit campak (p<0,05).
Dengan demikian program Imunisasi haarus terus diperluas jangkauan cakupannya serta mutu pelayanannya dalam upaya melindungi anak dari sakit campak.

G.    Problem / Masalah
Penyakit campak adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kematian anak anak di dunia termasuk di Indonesia. Setiap negara diajak secara bertahap mereduksi dan mengeliminasi penyakit campak dengan memberikan imunisasi rutin kepada bayi. Selain itu, juga dilakukan imunisasi campak tambahan untuk menjangkau anakanak yang belum pernah divaksinasi atau belum pernah menderita penyakit campak, serta kesempatan kedua untuk kasus kegagalan vaksinasi campak.
Di Indonesia telah dilakukan kempanye imunisasi campak di seluruh provinsi di Indonesia dari bulan Januari 2005 sampai dengan Agustus 2007, tetapi hingga saat ini belum ada informasi tentang dampaknya. Perlu diketahui korelasi cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden penyakit campak di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2004 – 2008.
H.    Tujuan
a.      Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran epidemiologi penyakit campak dan imunisasi campak, serta korelasi cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden penyakit campak satu tahun sesudah kampanye campak di Indonesia.
b.      Tujuan Khusus
1. Diketahuinya cakupan imunisasi kampanye campak seluruh propinsi di Indonesia.
2. Diketahuinya insiden campak satu tahun sesudah kampanye campak seluruh propinsi di Indonesia..
3. Diketahuinya korelasi antara cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden campak satu tahun sesudah kampanye campak.
I.       Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan meneliti penulis dalam bidang kesehatan masyarakat khususnya yang berhubungan dengan penyakit campak.
2. Menambah perbendaharaan penelitian bagi Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Wira Husada Yogyakarta khususnya yang berhubungan dengan penyakit campak.
3. Menambah informasi bagi Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Wira Husada Yogyakarta mengenai kondisi kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan penyakit campak di Indonesia.
4. Menambah informasi bagi Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengenai kondisi kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan penyakit campak di Indonesia.
5. Memberikan informasi bagi Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang bisa digunakan sebagai masukan dalam program yang berhubungan dengan penyakit campak.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penyakit
1)      Penyakit Campak
Penyakit campak adalah suatu penyakit virus akut yang sangat menular dengan gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak Koplik). Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari famili Paramyxoviridae. Tanda khas bercak kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan. Sering timbul lekopenia.
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain berupa otitis media, pneumonia, laryngotracheobronchitis (croup), diare, dan ensefalitis.
Diagnosa biasanya dibuat berdasarkan gejala klinis dan epidemiologis walaupun konfirmasi laboratorium dianjurkan untuk dilakukan. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik campak yang timbul pada hari ke 3-4 setelah timbul ruam atau untuk mendeteksi peningkatan yang signifikan titer antibodi antara serum akut dan konvalesens untuk memastikan diagnosis campak.
Teknik yang jarang digunakan antara lain identifikasi antigen virus dengan usap mukosa nasofaring menggunakan teknik FA atau dengan isolasi virus dengan kultur sel dari sample darah atau usap nasofaring yang diambil sebelum hari keempat timbulnya ruam atau dari spesimen air seni yang diambil sebelum hari kedelapan timbulnya ruam.
2)      Distribusi Penyakit Campak
Campak lebih berat diderita oleh anak-anak usia dini dan yang kekurangan gizi, pada penderita golongan ini biasanya ditemukan ruam dengan perdarahan, kehilangan protein karena enteropathy, otitis media, sariawan, dehidrasi, diare, kebutaan dan infeksi kulit yang berat. Anak-anak dengan defisiensi vitamin A subklinis atau klinis beresiko tinggi menderita kelainan di atas. CFR di Negara berkembang diperkirakan sebesar 3-5% tetapi seringkali di beberapa lokasi berkisar antara 10%-30%. Pada anak-anak dalam kondisi garis batas kekurangan gizi, campak seringkali sebagai pencetus terjadinya kwasiorkor akut dan eksaserbasi defisiensi vitamin A yang dapat menyebabkan kebutaan.
Campak endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk terjadi KLB setiap 2-3 tahun. Pada kelompok masyarakat dan daerah yang lebih kecil, KLB cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Dengan interval antar KLB (honeymoon periode) yang lebih panjang seperti yang terjadi di daerah Kutub Utara dan di beberapa pulau tertentu, KLB campak sering menyerang sebagian penduduk dengan angka kematian yang tinggi. Dengan program imunisasi yang efektif untuk bayi dan anak, kasus-kasus campak di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara lainnya (seperti Finlandia, Republik Czech) turun sebesar 99% dan pada umumnya campak hanya menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi atau anak-anak yang lebih besar, remaja atau dewasa muda yang hanya menerima vaksin satu dosis.
Di Amerika Serikat pada tahun 1989-1991, KLB yang berkepanjangan timbul pada populasi anak sekolah diantara 2-5% dari mereka yang gagal membentuk antibodi, tidak terjadi serokonversi setelah mendapat vaksinasi 1 dosis. Di daerah iklim sedang campak timbul terutama pada akhir musim dingin dan pada awal musim semi. Di daerah tropis campak timbul biasanya pada musim panas.
3)      Penularan Penyakit Campak
Reservoir dari penyakit campak adalah manusia. Campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular. Cara penularan dari penyakit ini adalah melalui udara dengan penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang-orang yang terinfeksi dan jarang melalui benda-benda yang terkena sekret hidung atau sekret tenggorokan. Masa inkubasi dari penyakit ini berlangsung sekitar 10 hari, tapi bisa berkisar antara 7-18 hari dari saat terpajan sampai timbul gejala umum, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih lama dari 19-21 hari. IgG untuk perlindungan pasif yang diberikan setelah hari ketiga masa inkubasi dapat memperpanjang masa inkubasi. Masa penularan penyakit campak berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodromal (biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbul ruam; minimal setelah hari kedua timbulnya ruam.
Semua orang yang belum pernah terserang penyakit ini dan mereka yang belum pernah diimunisasi serta nonresponders rentan terhadap penyakit ini. Imunitas yang didapat setelah sakit bertahan seumur hidup. Bayi yang baru lahir dari ibu yang pernah menderita campak akan terlindungi kira-kira selama 6-9 bulan pertama atau lebih lama tergantung dari titer antibodi maternal yang tersisa pada saat kehamilan dan tergantung pada kecepatan degradasi antibodi tersebut. Antibodi maternal mengganggu respons terhadap vaksin. antibodi, tidak terjadi serokonversi setelah mendapat vaksinasi 1 dosis. Di daerah iklim sedang campak timbul terutama pada akhir musim dingin dan pada awal musim semi. Di daerah tropis campak timbul biasanya pada musim panas.
4)      Penularan Penyakit Campak
Reservoir dari penyakit campak adalah manusia. Campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular. Cara penularan dari penyakit ini adalah melalui udara dengan penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang-orang yang terinfeksi dan jarang melalui benda-benda yang terkena sekret hidung atau sekret tenggorokan. Masa inkubasi dari penyakit ini berlangsung sekitar 10 hari, tapi bisa berkisar antara 7-18 hari dari saat terpajan sampai timbul gejala umum, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih lama dari 19-21 hari. IgG untuk perlindungan pasif yang diberikan setelah hari ketiga masa inkubasi dapat memperpanjang masa inkubasi. Masa penularan penyakit campak berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodromal (biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbul ruam; minimal setelah hari kedua timbulnya ruam.
Semua orang yang belum pernah terserang penyakit ini dan mereka yang belum pernah diimunisasi serta nonresponders rentan terhadap penyakit ini. Imunitas yang didapat setelah sakit bertahan seumur hidup. Bayi yang baru lahir dari ibu yang pernah menderita campak akan terlindungi kira-kira selama 6-9 bulan pertama atau lebih lama tergantung dari titer antibodi maternal yang tersisa pada saat kehamilan dan tergantung pada kecepatan degradasi antibodi tersebut. Antibodi maternal mengganggu respons terhadap vaksin.

B. Faktor Resiko
Beberapa faktor host yang dapat meningkatkan resiko penyakit campak antara lain :
a)      Umur
Kasus campak di Negara industry terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah dasar dan pada anak dengan usia yang lebih muda di Negara berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan perubahan dalam distribusi umur dimana kasus lebih banyak pada anak dengan usia yang lebih tua, remaja, dan dewasa muda.
b)      Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru.
c)      Status Gizi
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.
d)     Environment (Lingkungan)
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang. Pada lingkungan yang jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%.

C. Pencegahan
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan tingkat awal berhubung an dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
c.       Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak, yaitu :
1.Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi.
2.Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun.

c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang - kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu :
1.Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik atau darah.
2.Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral.
3.Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.

d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian. Adapun tindakan - tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu : 1.Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
2.Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat Terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.

D. Penanggulangan
      Pada  sidang  CDC/ PAHO / WHO, tahun 1996  menyimpulkan  bahwa  penyakit Campak dapat dieradikasi,  karena  satu-satunya  pejamu/ reservoir  campak hanya pada manusia serta tersedia vaksin dengan  potensi  yang  cukup  tinggi  yaitu  effikasi  vaksin  85%  dan  dirperkirakan eradikasi dapat dicapai 10 – 15 tahun  setelah  eliminasi.World  Health  Organisation (WHO)  mencanangkan  beberapa tahapan dalam upaya eradikasi (pemberantasan)  penyakit Campak dengan  tekanan strategi  yang berbeda-beda  pada  setiap  tahap  yaitu :
a.   Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
1. Tahap Pengendalian Campak
Pada  tahap  ini ditandai  dengan  upaya  peningkatan  cakupan  imunisasi  campak rutin dan upaya  imunisasi  tambahan di daerah dengan morbitas  campak  yang tinggi.  Daerah  ini  masih  merupakan  daerah  endemis campak, tetapi  telah terjadi penurunan insiden dan  kematian, dengan pola epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
2.  Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi ≥ 80% dan merata,terjadi penurunan  tajam kasus dan kematian, insidens campak telah bergeser kepada umur yang lebih  tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.
b.   Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi ≥ 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi  rendah sudah  sangat  kecil  jumlahnya,  kasus campak sudah sangat jarang  dan  KLB  hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imunisasi campak.
c.       Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak sudah tidak ditemukan.Pada siding The World Health Assambley (WHA) tahun 1998, menetapkan kesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus Noenatorum (ETN)  dan Reduksi Campak (RECAM). Kemudian pada Technical Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk mencapai reduksi Campak tersebut adalah :
a.         Imunisasi rutin pada bayi 9 –11 bulan (UCI Desa ≥ 80)
b.         Imunisasi tambahan (suplemen)
a.      Catch up compaign : memberikan imunisasi Campak sekali saja pada anak SD  kelas 1 s/d 6 tanpa memandang status imunisasi.
b.      Selanjutnya untuk tahun berikutnya secara rutin diberikan imunisasi campak pada murid kelas 1 SD (bersama dengan pemberian DT) pelaksanaan secara rutin dikenal dengan istilah BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) Campak. Tujuannya adalah mencegah KLB pada anak  sekolah dan memutuskan rantai penularan dari anak sekolah kepada  balita.
c.       Crash  program  Campak :  memberikan  imunisasi Campak  pada   anak umur 6  bulan - > 5 tahun  tanpa  melihat  status  imunisasi di daerah risiko tinggi campak.
d.        Ring vaksinasi :  Imunisasi  Campak  diberikan dilokasi  pemukiman di  sekitar lokasi  KLB  dengan  umur  sasaran  6 bulan  (umur kasus campak termuda) tanpa melihat  status  imunisasi.
c.         Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini dan respon kejadian luar biasa).
d.        Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa Setiap kejadian luar biasa harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan  imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat, sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
e.         Pemeriksaan laboratorium
Pada  tahap  reduksi  Campak dengan pencegahan kejadian luar biasa :
§  Pemeriksaan  laboratorium  dilakukan  terhadap 10 – 15  kasus baru pada  setiap kejadian  luar  biasa.
§  Pemantauan  kegiatan  reduksi Campak pada tingkat Puskesmas dilakukan dengan cara kenaikan sebagai berikut :
1.      Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi untuk mengetahui pencapaian cakupan imunisasi.
2.      Pemetaan kasus Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi kasus Campak.
3.      Pemantauan data kasus campak untuk melihat kecenderungan kenaikan kasus campak menurut waktu dan tempat.
4.      Pemantauan kecenderungan jumlah kasus campak yang ada untuk melihat dampak imunisasi campak.




BAB III
METODE STUDI
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian Epidemiologi Deskriptif yang bersifat studi observasional yang mempelajari distribusi dan frekuensi penyakit di populasi, dengan menggunakan desain penelitian Korelasi (correlation study or ecology study) dimana penelitian Epidemiologi berdasarkan unit pengamatan atau unit analisis agregat.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran epidemiologi kasus campak di Cirebon tahun 2004-2011. Populasi penelitian adalah semua data kasus campak yang dilaporkan dari 22 puskesmas se-Kota Cirebon pada tahun 2004-2011 ke sub bagian Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) di Kota Cirebon.11. Variabel terikat adalah jumlah kejadian campak. Variabel bebasnya terdiri dari umur, jenis kelamin, status vitamin A, status imunisasi, cakupan imunisasi, tempat, dan waktu (bulan). Instrumen penelitian yang digunakan adalah Form C1 yang digunakan untuk menganalisis data kasus campak. Metode pelaksanaannya yaitu dengan mengolah dan menganalisis data sekunder yang terkumpul di sub bagian Pengendalian Masalah Kesehatan. Data-data yang diperoleh kemudian diolah melalui tahap-tahap pengolahan data sebagai berikut: 1. Pembuatan Struktur Data 2. Entri Data 3. Analisis Data Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, Analisis univariat pada variabel orang digunakan untuk melihat dan mendeskripsikan besarnya distribusi frekuensi dan insiden kasus campak pada umur, jenis kelamin, status imunisasi dan status vitamin A. Analisis univariat pada variabel waktu digunakan untuk melihat trend pada bulan kasus. Analisis univariat pada variabel tempat digunakan untuk melihat kasus campak dengan pengaruh kondisi geografisnya serta cakupan imunisasi campak di tempat tersebut.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Berdasarkan Variabel Tempat.
Insiden campak berdasarkan kecamatan per 10.000 penduduk, diketahui bahwa pada tahun 2004 - 2011 Insiden kasus tertinggi sering terjadi di dua kecamatan yaitu kecamatan Kesambi dan kecamatan Harjamukti.
Tingginya insiden campak di kecamatan Kesambi pada tahun 2004, 2005, 2007 dan 2009 diperkirakan karena kepadatan penduduk yang tinggi. yaitu sebesar 8.827,30 penduduk per km2. Dikatakan tinggi karena kepadatan penduduk kecamatan lebih tinggi dari pada kepadatan penduduk kota. Diketahui bahwa penularan penyakit campak (transmisi virus campak) lebih mudah terjadi pada perumahan rakyat yang padat, daerah yang kumuh dan miskin, serta daerah yang populasinya padat.8 Menurut teori kepadatan penduduk merupakan persemaian subur bagi virus, sekaligus sarana eksperimen rekayasa genetika secara ilmiah. Pemukiman yang padat dapat mempermudah penularan penyakit yang menular melalui udara, terutama penyakit campak yang proses penularannya terjadi saat percikan ludah atau cairan yang keluar ketika penderita bersin.12 Sedangkan untuk kecamatan Harjamukti insiden campak yang tinggi disebabkan cakupan imunisasi rutin campak yang belum mencapai target UCI pada salah satu kelurahannya. UCI merupakan keadaan tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap ≥ 80% sebelum anak usia satu tahun.Pencapaian imunisasi ini akan memberikan dampak jika cakupan ≥ 80% dan merata di seluruh kelurahan. Cakupan imunisasi yang rendah salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan para orang tua yang berpengaruh terhadap perilaku mereka, termasuk perilaku mengimunisasi anak. Alasan sebagian masyarakat menolak anaknya diimunisasi karena khawatir pemberian imunisasi akan menimbulkan efek samping. Hal ini sesuai dengan teori Lawrence Green bahwa perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang. Penelitian Irham (2010) juga yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu tentang campak mempengaruhi perilaku Imunisasi campak.
Dari peta Insiden Kumulatif penyakit campak yang ada pada bab hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun telah terjadi perubahan warna pada tiap kecamatan, hal ini menunjukan perioditas penyakit campak.
Kadang penyakit campak pada suatu wilayah pada tahun tertentu tinggi namun pada tahun berikutnya penyakit campak tersebut tiba-tiba hilang dan bukan menjadi masalah kesehatan, hal ini disebabkan oleh kekebalan kelompok pada suatu daerah tersebut. Perubahan warna juga disebakan adanya Kejadian Luar Biasa pada tahun tertentu. Kemudian Insiden campak tertinggi diperkirakan juga oleh penguatan surveilans campak di kecamatan tersebut, dimana peningkatan insiden campak yang cukup besar dikarenakan sistem surveilansnya sudah semakin baik sehingga kasus yang terlaporkan juga semakin banyak terdeteksi.

2. Berdasarkan Variabel Orang
a. Berdasarkan Kelompok Umur
Insiden campak berdasarkan kelompok umur di Cirebon tahun 2004, 2007, 2008, dan 2010 insiden campak tertinggi terjadi pada kelompok umur < 1 tahun, dan tahun 2005 dan 2006 insiden campak tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun. Sedangakan tahun 2009 dan 2011 insiden campak tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun. Insiden kasus campak terendah tahun 2004 sampai 2011 pada kelompok > 15 tahun.
Secara umum, insiden campak tinggi pada kelompok umur di bawah 5 tahun setiap tahunnya. Tetapi pada beberapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser kepada kelompok umur yang lebih tua (5-9 tahun).17 Pada kelompok umur di bawah 5 tahun kebanyakan belum pernah terserang penyakit campak sebelumnya sehingga belum ada antibodi yang terbentuk. Pada kelompok umur itu juga balita belum terimunisasi.
b. Berdasarkan Jenis Kelamin
Proporsi kasus campak yang berjenis kelamin laki-laki (L) lebih banyak dari pada yang berjenis kelamin perempuan (P) .
Sesuai dengan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus kontrol mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita campak lebih banyak pada anak laki-laki yakni 62%. Titer antibodi wanita secara garis besar lebih tinggi dari pada pria. Tetapi secara keseluruhan tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada wanita ataupun pria.
c. Berdasarkan Status Imunisasi
Pada tahun 2010 proporsi kasus campak dengan status tidak imunisasi lebih banyak dari pada yang diimunisasi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa status imunisasi campak berpengaruh terhadap perlindungan tubuh dari serangan penyakit campak.8 Pendidikan diduga berhubungan dengan prosentase anak yang mendapatkan imunisasi dasar termasuk juga campak. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu maka semakin tinggi pula cakupan imunisasi.
Sedangkan pada tahun 2011 proporsi kasus campak dengan status imunisasi lebih banyak dari pada yang tidak diimunisasi. Hal itu bisa terjadi karena kegagalan dalam imunisasi campak, hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Dari faktor host bisa disebabkan oleh karena umur bayi pada waktu diberi imunisasi, masih adanya antibodi maternal dari ibu. Umur bayi saat imunisasi berpengaruh terhadap daya guna vaksin campak. Daya guna vaksin akan menurun jika diberikan pada bayi yang lebih muda karena proporsi antibodi maternal masih tinggi, umur saat bayi kehilangan antibodi maternal adalah waktu yang optimal.14 Dari faktor agent bisa karena pengaruh virus vaksin campak yang virulen, dan mengalami mutasi galur virus campak.8 Oleh karena itu, pemberian imunisasi dosis ke dua menjadi penting untuk mengatasi kegagalan pembentukan antibodi pada pemberian imunisasi pertama. Antibodi akan bertahan lebih lama jika mendapat booster, adanya infeksi ulang oleh virus atau oleh vaksin pada saat titer antibodi rendah, akan merangsang sel memori menghasilkan antibodi secara cepat dan mencapai puncaknya selama 12 hari.8 Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.
Sampai saat ini di Cirebon pencegahan penyakit campak dilakukan dengan imunisasi campak secara rutin yang diberikan pada bayi berumur 9 – 15 bulan. Status imunisasi campak setiap individu akan berpengaruh terhadap perlindungan kelompok dari serangan penyakit campak di wilayah tersebut karena vaksinasi campak dapat menekan angka kesakitan penyakit campak.8 Oleh karena itu, imunisasi campak rutin pada anak balita harus tetap dilakukan dengan metode yang lebih optimal, selain itu perlu adanya program-program tambahan seperti Catch Up Campaign Campak, Crash program Campak dan imunisasi rutin tambahan pada anak kelas 1 SD yang dikenal dengan istilah BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) Campak.
d. Berdasarkan Status Vitamin A
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia. Anak - anak yang mendapatkan cukup vitamin A, bila terkena penyakit, penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak. sedangkan anak yang kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang bergantung pada limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang.8 Program imunissasi campak menganjurkan pemberian vitamin A, karena infeksi campak juga dikaitkan dengan penurunan kadar vitamin A, dan rendahnya kadar vitamin A dikaitkan dengan peningkatan mortalitas anak. Anak yang kekurangan vitamin A akan mengalami gangguan respon imun saat imunisasi, dan menunjukkan sel T yang abnormal yang mengacu kelainan imunodefisiensi.
Dari data yang ada menunjukan proporsi kasus campak dengan status diberi vitamin A lebih banyak dari pada yang tidak diberi vitamin A. Hal ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa pemberian vitamin A dapat meningkatkan respon antibody yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang. Hal ini mungkin terjadi karena status vitamin A pada anak tidak cukup mampu untuk melawan infeksi virus. Pertahanan tubuh terhadap infeksi virus memerlukan pertahanan yang bersifat spesifik, sedangkan pemberian vitamin A merupakan pertahan tubuh yang bersifat non spesifik.
e. Berdasarkan Variabel Waktu
Distribusi kasus campak hampir ada disetiap tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2011 di Cirebon, dan cenderung mengalami penurunan, akan tetapi setiap tahunnya kasus paling banyak pada bulan April dan Oktober. Hal ini menunjukan bahwa telah terjadi KLB campak dimana transmisi tertinggi pada bulan Maret - April dan September – Oktober.
Campak merupakan penyakit yang mempunyai periodisitas tahunan (cyclic) dimana campak bersifat endemis/berjangkit sepanjang tahun, bisa muncul kapan saja sepanjang tahun dan tidak mengenal musim. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum daerah Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di Indonesia sepanjang tahun. Akan tetapi pada penelitian ini terdapat fenomena yang cukup menarik yaitu kasus campak dari tahun 2004-2011 setiap tahunnya kasus tertinggi pada bulan April dan Okrober.15 Faktor yang menyebabkan tingginya kasus campak pada bulan tersebut misalnya karena pada bulan tersebut musim hujan dimana udara menjadi lebih lembab dari pada musim kemarau. Kelembaban yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban di cirebon berkisar antara ± 48-93% menyebabkan transmisi penyebaran virus campak lebih tinggi. Prevalensi transmisi penyebaran virus campak lebih tinggi pada tempat dengan kelembaban tinggi.



BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada akhir dari uraian ini, dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1. Campak adalah penyakit akut dengan daya penuiaran yang tinggi ditandai dengan demam, korisa, konjungtivitis, batuk, enenthem spesifik dan ruam makulopapular.
2. Sebelum era vaksin setiap anak di dunia akan terkena campak
3. Campak adalah penyakit dengan komplikasi yang cukup serius.
4. Setelah era vaksin morbiditas dan mortalitas akibat campak dapat diturunkan.
5. Masih ada beberapa hal yang menghambat secara operasional dilakukannya eradikasi campak
B.  Saran
Kita harus menerapkan pola hidup sehat, utamanya untuk anak dan balita perlu mendapatkan asupan gizi yang cukup sehingga status gizi anak pun menjadi lebih baik. Selalu menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan anak sebelum makan.
Jika  anak  belum  waktunya  menerima  imunisasi  campak, atau karena hal tertentu dokter menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang sedang demam dan jika sudah terkena penyakit ini sebaiknya secepatnya berobat dan jika dalam kondisi yang lebih akut sebaiknya perlu dirujuk ke rumah sakit.
Untuk para orangtua jangan mengabaikan vaksinasi untuk anak  karena anak atau balita yang tidak mendapat imunisasi campak memiliki resiko 5 kali lebih besar untuk terkena penyakit campak dibanding dengan anak atau balita yang mendapat imunisasi.



Daftar Pustaka
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 293 - 304 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm.
Krugman S, Katz SL, Gershon AA, Wilfert CIV!, eds. Measles (Rubeola).
Infectious Disease of Children. St Louis: The Mosby Co, 1992; 223-45
Setiawan, I Made. Penyakit Campak. Jakarta : PT Sagung Seto; 2008.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2010.Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010.
WHO. World health Statistics 2011 (http://www.who.int/csr/don/2011_04_21/en/) Diakses 10 Juli 2012.
Subagian Pengendalian Masalah Kesehatan. Rekapitulasi Campak 2004-2011 Cirebon: Dinkes Kota Cirebon; 2011.
Regina. Korelasi Cakupan Imunisasi Kampanye Campak Dengan Insiden Penyakit Campak di Indonesia tahun 2004 - 2008. Jakarta: FKM-UI ; 2008.
Suwoyo, dkk. Resiko Terjadinya Gejala Klinis Campak Pada Anak Usia 1-14 Tahun Dengan Status Gizi Kurang Dan Sering Terjadi Infeksi Di Kota Kediri. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. 2010; 1 (2); hal 88 – 95.
Cutts FT, Steinglas R. Should measles be eradicated? Br Med J 1998; 316:765-7
Susilaningsih, Tutik Inayah. Gambaran Epidemiologi Kasus Campak dan Indikator Kinerja Surveilans Campak Rutin di Indonesia Tahun 2005-2008 (Studi Kasus data sub-Direktorat Surveilans Epidemiologi Departemen Kesehatan Republik Indonesia). Semarang: FKM-UNDIP ; 2008
Dinkes Kota Cirebon. Profil Kesehatan Kota Cirebon 2011. Cirebon: Dinkes Kota Cirebon, 2011.

Dinkes Jateng. Surveilans Penyakit Yang Dapat DicegahDengan Imunisasi (Pd3i) Provinsi Jawa Tengah. (http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/Rakernis2011/surveilans_pd3i.pdf) Diakses 6 Maret 2012.

Dewi, Elmerilia Farah. Hubungan Cakupan Imunisasi, status Gizi dan Kepadatan Hunian dengan Penyakit Campak. Jakarta : FKM-UI ; 2008.
Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007
Heriyanto, Bambang. Yuwono, Djoko. Zat Kebal Bawaan Campak dan Pengaruhnya terhadap Imunisasi Campak di Daerah Endemik Campak. Jurnal Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depatemen Kesehatan R.I. Cermin 2 Dunia Kedokteran 1989; 55; hal 44-47.
Muchlastriningsih, Enny. Penyakit-penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi di Indonesi. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Departemen Kesehatan RI. Cermin 2 Dunia Kedokteran 2005; 148.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar