BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa
penyakit kanker merupakan masalah kesehatan di berbagai Negara termasuk
Indonesia. Berdasarkan data Globocan, International Agency for Research
on Cancer (IARC) tahun 2002, Di Indonesia, hasil pemeriksaan patologi
menyatakan lima kanker terbanyak adalah kanker leher rahim, payudara, kelenjar
getah bening, kulit dan nasofaring (Harianto,
2004).
Indonesia sebagai salah
satu Negara berkembang yang mempunyai beberapa masalah kependudukan. Jumlah
kelahiran hidup di seluruh rumah sakit di Indonesia pada tahun 2006 adalah
116.991 kelahiran. Upaya untuk menekan angka kelahiran salah satunya dengan menurunkan
tingkat kelahiran yaitu melalui program keluarga berencana (Wiknjosastro,
2005).
Kontrasepsi suntik
untuk kebutuhan keluarga berencana di Indonesia terus berkembang dari tahun ke
tahun dengan berbagai jenis preparat kontrasepsi suntik yang tersedia. Pada
tahun 2001 WHO menyatakan bahwa prevalensi penggunaan kontrasepsi suntik di
Indonesia sebesar 10% sedangkan di seluruh dunia adalah 2%.1 Kontrasepsi suntik
(Depo-Provera®) DMPA danCyclofem® (kombinasi DMPA dan Estradiol sipionate)
sering digunakan karena memiliki kelebihan-kelebihan antara lain: dapat
dilakukan di luar klinik, kemungkinan salah atau lupa kecil, jangka waktu
pemakaian cukup lama, reversibilitas tinggi dan sebagian masyarakat masih
menganggap pemberian obat secara suntik merupakan cara yang paling mujarab (Harianto, 2004).
Kaitan hormon-hormon tertentu
dengan perkembangan kanker tertentu telah terbukti. Hormon bukanlah karsinogen,
tetapi dapat mempengaruhi karsinogenesis. Hormon dapat mengendalikan atau
menambah pertumbuhan tumor. Dasar pemberian terapi hormon dan beberapa terapi
pembedahan-hipofisioktomi dan ooferoktomi adalah prinsip karsinogenesis ini
Juga telah terbukti bahwa jaringan yang responsive terhadap endokrin-seperti
payudara, endometrium, dan prostat tidak memperoleh kanker, kecuali jika
distimulasi oleh growth-promothing hormone. Estrogen telah
dikaitkan dengan adenokarsinoma pada vagina, payudara, uterus, dan
tumor hepatic (Mary 2008).
Data dari Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) di Indonesia tahun 2000, hanya 54,84% perempuan
reproduksi yang memakai kontrasepsi dan metode KB yang terpopuler adalah
suntikan (40,88%), pil (28,48%), dan AKDR (13,84%) (Suwiyoga, 2004).
Penyakit ini merupakan penyebab
kematian utama kanker pada wanita di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia, bahkan tiap tahunnya sekitar seperempat juta wanita meninggal karena
penyakit ini (Khasbiyah, 2004). Penyakit kanker serviks ini belum diketahui
penyebabnya secara pasti, sehingga sulit untuk dilakukan pencegahan primer.Penyebabnya
diduga antara lain melakukan hubungan seksual pertama kali di bawah umur 20
tahun, pasangan seksual dua orang atau lebih, cerai atau pisah dengan hubungan
seksual yang tidak stabil, merokok, higiene perorangan yang rendah, kemiskinan,
melahirkan anak pada usia muda, rangsangan terus-menerus pada leher rahim
misalnya pada frekuensi koitus yang tinggi, peradangan, paritas lebih dari tiga
dan adanya bahan-bahan mutagen yang diduga dapat merubah sel-sel di jaringan
rahim secara genetik misalnya sperma yang mengandung bahan rokok, penggunaan
kontrasepsi hormonal, komplemen histon, mikoplasma, klamidia, virus
herpes simpleks (HSV 2), human papiloma virus tipe 16,18,31 (HPV 16,
18, 31), rikomonas vaginalis (Rauf,
2006).
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam
leher rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. ( Diananda,Rama, 2009 ).
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler
dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk
mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks
biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks
berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
kedalam rahim.(Sarjadi, 2001)
2.
Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi
abnormal dan membelah secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus
membelah, maka akan terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa
bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya disebut
kanker serviks.
3.
Factor resiko:
1)
HPV ( Human Papiloma Virus ) HPV
adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata ) yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18.
a.
Timbulnya keganasan pada binatang
yang diinduksi dengan virus papiloma.
b.
Dalam pengamatan terlihat adanya
perkembangan menjadi karsinoma pada kondilom akuminata.
c.
Pada penelitian 45 dan 56,
keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic
infeksi HPV ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat.
d.
DNA HPV sering ditemukan pada Lis (
Lesi Intraepitel Serviks )
2)
Merokok
Pada wanita
perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih tinggi dibandingkan
didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan
status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
3)
Hubungan seksual pertama dilakukan
pada usia dini ( kurang dari 18 tahun).
4)
Berganti - ganti pasangan seksual.
5)
Suami atau pasangan seksualnya
melakukan hubungan seksual pertama pada usia 18 tahun, berganti - berganti
pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks.
6)
Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol )
pada wanita hamil untuk mencegah keguguran.
7)
Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi
oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima tahun dapat
meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relative pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan
lamanya pemakaian.
8)
Infeksi herpes genitalis atau
infeksi klamedia menahun.
9)
Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan
dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara rutin dan pendidikan
yang rendah. ( Dr imam Rasjidi, 2010 )
4.
Stadium klinis
Klasifikasi
internasional tentang karsinoma serviks uteri :Tingkat kriteria
Tahap O :
Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak terdapat bukti
invasi.
Tahap I :
Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses terbatas pada serviks
walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
Tahap Ia :
Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor sudah
memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel tumor tidak terdapat pada pembuluh limfa
atau pembuluh darah.
Tahap Ib :
Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan invasi
serviks uteri.
Tahap II :
Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga mengenai vagina (bukan
sepertiga bagian bawah ) atau area para servikal pada salah satu sisi atau
kedua sisi.
Tahap IIa :
Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih bebas dari infiltrate
tumor.
TahapIIb :
Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetap belum sampai pada dinding
panggul.
Tahap III :
Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah meluas kesalah satu
atau kedua dinding panggul. Penyakit nodus limfe yang teraba tidak merata pada
dinding panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu atau kedua ureter tersumbat
oleh tumor.
Tahap IIIa :
Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina, sedang ke parametrium
tidak dipersoalkan.
Tahap IIIb :
Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak
ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul ( frozen pelvic )
atau proses pada tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal
ginjal.
Tahap IV :
Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum
dan atau kandang kemih (dibuktikan secara histologik ) atau telah terjadi
metastasis keluar paanggul atau ketempat - tempat yang jauh.
Tahap IVa :
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa
rektrum dan atau kandung kemih.
Tahap IVb :
Telah terjadi penyebaran jauh. ( Dr Imam Rasjidi, 2010 )
5.
Manesfestasi Klinik
1.
Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2.
Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80% ).
3.
Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
4.
Perdarahan spontan saat defekasi.
5.
Perdarahan diantara haid.
6.
Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
7.
Anemia akibat pendarahan berulang.
8.
Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf. (Dr RamaDiananda,
2009 )
6.
Patofisiologi
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker
sehingga menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang
mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila selkarsinoma
telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalahkeperawatan nyeri. Pada
stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu kerja sistem urinaria menyebabkan
hidroureter atau hidronefrosis yang menimbulkan masalah keperawatan resiko
penyebaran infeksi. Keputihan yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya
menjadi keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil
masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium
lanjut diantaranya anemia hipovolemik yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan
sehingga timbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan
mengalami beberapa efek samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi
saluran pencernaan terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan,
penurunan nafsu makan ( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek
samping tersebut menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit
merah dan kering sehingga akan timbul masalah keperawatan resiko tinggi
kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh yang
menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh berkurang dan
resiko injury pun akan muncul. Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa
positif kanker leher rahim ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya.
Kecemasan tersebut bias dikarenakan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos dimasyarakat
bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian. (Price,
syivia Anderson, 2005)
7.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Sitologi
Pemeriksaan
ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP ) sangat bermanfaat untuk
mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan
dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining sel - sel serviks yang tampak sehat
dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis
secara histologik.
b.
Kolposkopi
Kolposkopi
adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi, suatu alat yang dapat
disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya
didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ). Kalau pemeriksaan sitologi menilai
perubahan morfologi sel - sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi
menilai perubahan pola epitel dan vascular serviks yang mencerminkan perubahan
biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
c.
Biopsi
Biopsi
dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat ) terlihat seluruhnya
dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat
sebagian kelainan didalam kanalis serviskalis tidak dapat dinilai, maka contoh
jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat
biopsy harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.
d.
Konisasi
Konosasi
serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga
yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ), dengan kanalis servikalis sebagai
sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan
dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan
kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan,
dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan
lugol ( yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar
daerah dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ).
Konikasi diagnostik dilakukan pada keadaan - keadaan sebagai berikut :
1. Proses
dicurigai berada di endoserviks.
2. Lesi
tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
3.
Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.
4. Ada
kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
( Prof. R
Sulaiman , 2006 )
8.
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan
pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan stadium lanjut hanya
dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur keberhasilan pengobatan yang biasa
digunakan adalah angka harapan hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat
tergantung dari stadium atau derajatnya beberapa peneliti menyebutkan bahwa
angka harapan hidup untuk kanker leher rahim akan menurun dengan stadium yang
lebih lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan
sitostatika dalam ginekologi.
Penggolongan
obat sitostatika antara lain :
a.
Golongan yang terdiri atas obat -
obatan yang mematikan semua sel pada siklus termasuk obat - obatan non
spesifik.
b.
Golongan obat - obatan yang
memastikan pada fase tertentu darimana
proliferasi
termasuk obat fase spesifik.
c.
Golongan obat yang merusak sel akan
tetapi pengaruh proliferasi sel lebih besar, termasuk obat - obatan siklus
spesifik.
9.
Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan
terapi radiasi eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang
digunakan untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik dengan menganjurkan
menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant.
Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post
pengobatan antara lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor
intake cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan,
dan melakukan perawatan kulit dan mulut.
Dalam terapi radiasi internal yang perlu
dipertimbangkan dalam perawatan umum adalah teknik isolasi dan membatasi
aktivitas, sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan
kebutuhan untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari, memasang
kateter sesuai indikasi, latihan nafas panjan dan latihan rom dan jelaskan pada
keluarga tentang pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi perawatannya
yaitu monitor tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan posisi semi fowler,
berikan makanan berserat dan cairan parenteral sampai 300ml dan memberikan
support mental. Perawatan post pengobatan antara lain menghindari komplikasi
post pengobatan ( tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ), monitor
intake dan output cairan. (Bambang sarwiji, 2011)
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual Salah
satu faktor yang menyebabkan kanker serviks ini adalah menikah dibawah umur 18
tahun.
1. Perilaku
seks berganti - ganti pasangan
Dengan perilaku tersebut kemungkinan virus penyebab
terjadinya kanker serviks dapat ditularkan dengan mudah.
2. Sosial
Ekonomi
Sosial
ekonomi rendah dikaitkan erat karena tidak dapat melakukan pap smear secara
rutin dan pola hubungan seksual yang tidak sehat.
3. Tingkat
pengetahuan
Tingkat
pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan dengan kurangnya pemahaman
mengenai pencegahan dan penaganan kanker
seviks.
4. Aspek
mental
harga diri, identitas diri, gambaran diri, konsep diri,
peran diri, emosional.
5. Perineum
keputihan, bau, kebersihan Keputihan yang gatal dan berbau
adalah tanda dari kanker leher rahim yang mulai mengalami metastase.
6. Nyeri (
daerah panggul atau tungkai )
Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang
sudah mendesak dan abnor malita pada organ - organ daerah panggul.
7. Perasaan
berat daerah perut bagian bawah
Sel - sel
kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada syaraf - syaraf disekitar
panggul dan perut, sehingga menimbulkan perasaan berat pada daerah tersebut.
8. Gaya
hidup
Gaya hidup
yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapat memicu sel kanker
untuk tumbuh dengan cepat, pada orang – orang dengan gemar berganti - ganti
pasangan dengan mengesampingkan efek negatifnya kemungkinan besar dapat timbul
gejala - gejala tersebut sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.
9. Siklus
Menstruasi
Siklus
menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantara siklus haid
adalah salah satu tanda gejala kanker leher rahim.
10. Riwayat
Keluarga
Seorang ibu
yang mempunyai riwayat ca serviks.
2.
Diagnosa Keperawatan
1)
Nyeri berhubungan dengan penekanan
sel kanker pada syaraf dan kematian sel.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria :
a. pasien
mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0- 3.
b. Ekspresi
wajah rileks.
c. Tanda -
tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji
riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skala
nyeri.
b. Berikan
tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,
message.
c. Awasi dan
pantau TTV.
d. Berikan
posisi yang nyaman.
e.
Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional :
a.
Mengetahui tingkat nyeri pasien dan menentukan tindakan yang
akan
dilakukan selanjutnya.
b.
Mengurangi rasa nyeri.
c.
Mengetahui tanda kegawatan.
d.
Memberikan rasa nyaman dan membantu mengurangi nyeri.
e.
Mengontrol nyeri maksimum.
2)
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah karena proses eksternal
Radiologi .
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi dipertahankan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria
hasil :
a. Pasien
menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
b.
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan
klein normal.
d. Hasil
hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji
status nutrisi pasien
b. Ukur
berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Dorong
Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori, kaya protein
dan tetap
sesuai diit ( Rendah Garam ).
d. Pantau
masukan makanan setiap hari.
e. Anjurkan
pasien makan sedikit tapi sering.
Rasional :
a. Untuk
mengetahui status nutrisi
b. Memantau
peningkatan BB.
c. Kebutuhan
jaringan metabolik adequat oleh nutrisi.
d.
Identifikasi defisiensi nutrisi.
e. Agar
nutrisi terpenuhi
3)
Resiko penyebaran infeksi
berhubungan dengan pengeluaran pervaginam ( darah, keputihan ).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasien tidak terjadi penyebaran
infeksi dan dapat menjaga diri dari infeksi .
Kriteria hasil
:
a. Tidak ada
tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks
b. Tanda -
tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak
terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien
keluarga,
pasien ke pasien lain dan klien ke pengunjung.
d. Tidak
timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
e. .Hasil
hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.
Intervensi :
a. Kaji
adanya infeksi disekitar area serviks.
b. Tekankan
pada pentingnya personal hygiene.
c. Pantau
tanda - tanda vital terutama suhu.
d. Berikan
perawatan dengan prinsip aseptik dan antisepik.
e. Tempatkan
klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi.
f.
Koloborasi pemeberian antibiotik.
Rasional :
a.
Mengurangi terjadinya infeksi.
b. Agar
tidak terjadi penyebaran infeksi.
c. Mencegah
terjadinya infeksi.
d. Membantu
mempercepat penyembuhan.
e. Mencegah
terjadinya infeksi.
4)
Cemas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang prosedur pengobatan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan
hilang atau
berkurang.
Kriterial
hasil :
a. Pasien
mengatakan perasaan cemasnya hilang atau berkurang.
b.
Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien.
c. Pasien
tampak rileks, tampak senang karena mendapat perhatian.
d. Keluarga
atau orang terdekat dapat mengenai dan mengklarifikasi
rasa takut.
e. Pasien
mendapat informasi yang akurat, serta prognosis dan
pengobatan
dan klien mendapat dukungan dari terdekat.
Intervensi :
a. Dorong
pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
b. Beri
lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk
mendiskusikan
perasaan atau menolak untuk bicara.
c.
Pertahankan bentuk sering bicara dengan pasien, bicara dengan
menyentuh
klien.
d. Bantu
pasien atau orang terdekat dalam mengenali dan
mengklarifikasi
rasa takut.Beri informasi akurat, konsisten mengenai
prognosis,
pengobatan serta dukungan orang terdekat.
Rasional :
a.
Memberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketakutannya.
b. Membantu
mengurangi kecemasan.
c.
Meningkatkan kepercayaan klien.
d.
Meningkatkan kemampuan kontrol cemas.
e.
Mengurangi kecemasan.
5)
Resiko tinggi kerusakan intergritas
kulit berhubungan dengan efek dari prosedur pengobatan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan
intergritas kulit.
Kriteria
hasil :
a. Pasien
atau keluarga dapat mempertahankan keberhasilan
pengobatan
tanpa mengiritasi kulit.
b. Pasien
dan keluarga dapat mencegah terjadi infeksi atau trauma
kulit.
c. Pasien
keluarga beserta TIM medis dapat meminimalkan trauma
pada area
terapi radiasi.
d. Pasien,
keluarga beserta tim medis dapat menghindari dan mencegah
cedera
dermal karena kulit sangat sensitif selama pengobatan dan
setelahnya.
Intervensi :
a. Mandikan
dengan air hangat dan sabun ringan.
b. Dorong
pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit
yang kering
dari pada menggaruk.
c. Tinjau
protokol perawatan kulit untuk pasien yang mendapat terapi
radiasi.
d. Anjurkan
memakai pakaian yang lembut dan longgar pada, biarkan
pasien
menghindari penggunaan bra bila ini memberi tekanan.
Rasional :
a.
Mempertahankan kebersihan kulit tanpa mengiritasi kulit.
b. Membantu
menghindari trauma kulit.
c. Efek
kemerahan dapat terjadi pada terapi radiasi.
d.
Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit.
6)
Resiko injuri berhubungan dengan
kelemahan dan kelelehan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
cedera atau
injuri.
Kriteria
hasil :
a. Pasien
dapat meningkatkan keamanan ambulasi.
b. Pasien
mampu menjaga keseimbangan tubuh ketika akan melakukan
aktifitas.
c. Pasien
mampu meningkatkan posisi fungsional pada ektremitas.
Intervensi :
a.
Intruksikan dan bantu dalam mobilitas secara tepat.
b. Anjurkan
untuk berpegangan tangan atau minta bantuan pada
keluarga
dalam melakukan suatu kegiatan.
c.
Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan alat bantuan.
Rasional :
a. Membantu
mengurangi kelelahan.
b. Membantu
pasien untuk melakukan kegiatan.
c. Membantu
mempercepat penyembuhan.
7)
Gangguan pola seksual berhubungan
dengan metaplasia penyakit.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien
mampu
mempertahankan aktifitas seksual pada tingkat
yang
diinginkan bila mungkin.
Kriteria
hasil :
a. Pasien
mampu memahami tentang arti seksualitas, seksualitas
dapat
diungkapkan dengan bentuk perhatian yang diberikan
seseorang.
Intervensi :
a. Kaji masalah-
masalah perkembangan daya hidup.
b. Catat
pemikiran pasien/ orang- orang yang berpengaruh bagi pasien
mengenai
seksualitas
c. Evaluasi
faktor- faktor budaya dan religius/ nilai dan konflik- konflik
yang
muculberikan suasana yang terbuka dalam diskusi mengenai
masalah
seksualitas.
d.
Tingkatkan keleluasaan diri bagi pasien dan orang- orang yang
penting bagi
pasien.
Rasional :
a. Faktor-
faktor seperti menoupose dan proses penuan remaja dan
dewasa awal
yang perlu masukan dalam pertimbangan mengenai
seksualitas
dalam penyakit yang perawatan yang lama.
b. Untuk
memberikan pandangan bahwa keterbatasan kondisi/
lingkungan
akan berpengaruh pada kemampuan seksual tetapi
mereka takut
untuk menanyakan secara lansung.
c. untuk
mempengaruhi persepsi pasien terhadap masalah seksual yang
muncul.
d. Apabila
masalah- masalah diidentifikasikan dan di diskusikan maka
pemecahan
masalah dapat ditemukan
e.
Perhatikan penerimaan akan kebutuhan keintiman dan tingkatkan
makna
terhadap pola interaksi yang telah dibina
8)
Resiko tinggi terjadinya syok
hipovolemik berhubungan dengan perdarahan pervaginam.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok
berkurang
atau tidak terjadi syok.
Kriterial
hasi :
a. pasien
tidak mengalami anemia
b. Tanda -
tanda vital stabil.
c. Pasien
tidak tampak pucat.
Intervensi :
a. Kaji
adanya tanda terjadi syok
b. Observasi
KU
c. Observasi
TTV
d. Monitor
tanda pendarahan
e. Check
hemoglobin dan hematokrit
Rasional :
Mengetahui
adanya penyebab syok
a. Memantau
kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat
terjadi
pendarahan sehingga segera diketahui tanda syok.
b. TTV
normal menandakan keadaan umum baik.
c.
perdarahan cepat diketahui dapat diatasi sehingga pasien tidak
sampai syok.
d. Untuk
mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker serviks adalah
penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya
pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di
sekitarnya .
Penyebab kanker serviks
belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang
menonjol, antara lain, umur pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah
kehamilan dan partus, infeksi virus, sosial ekonomi, hygiene dan sirkumsisi,
merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim).
B. Saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar