TUGAS PENYAKIT TROPIK
CAMPAK
DI SUSUN OLEH :
HAERUL ANWAR
NIM :KP.12.00867
PRODI ILMU KEPERAWATAN (S1)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA
HUSADA
YOGYAKARTA
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Campak juga dikenal dengan nama morbili
atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman
disebut dengan nama masern,dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar
dan measles dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat
menular yang disebabkan oleh virus,dengan gejala-gejala eksantem akut, demam,
kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata,
kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan
deskuamasi dari kulit
Campak (Measles) merupakan
penyakit infeksi yang sangat menular disebabkan oleh virus campak dengan gejala
awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk dan bintik-bintik kecil dengan
bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di
daerah mukosa pipi (bercak koplik), gejala khas bercak kemerahan di kulit
timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah muka, kemudian
menyeluruh, berlangsung selama 4–7 hari, kadang-kadang berakhir dengan
pengelupasan kulit berwarna kecoklatan (Chin,2000). Di dunia, kematian akibat
campak yang dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000 dan 202.000 di
antaranya di negara ASEAN serta 15% kematian campak tersebut di Indonesia
(Depkes, 2006).
B.
Etiologi
Virus campak berasal dari genus Morbilivirus dan family Paramyxoviridae.
Virus campak liar hanya patogen untuk primata. Kera dapat pula terinfeksi
campak lewat darah atau sekret nasofaring dari manusia.Hopkins, Koplan dan
Hinman menyatakan bahws campak tidak mempunyai reservoir pada hewan dan tidak
menyebabkan karier pada manusia.
Virion campak berbentuk spheris, pleomorphic, dan
mempunyai sampu! (envelope) dengan
diameter 100-250 nm. Virion terdiri dari nukleocapsid yaitu helix dari protein
RNA dan sampul yang mempunyai tonjolan pendeK pada permukaannya. Tonjoian
pendek ini disebut pepfomer, dan terdiri dari hemaglutinin (H) pepiomer yang
berbentuk buiat dan fusion (F) peplomer yang berbentuk seperti bel (dumbbell-shape). Berat molekul dari single stranded RNA adalah 4,5 X 106
(3,l2).
Virus campak terdiri dari 6 protein struktural, 3 tergabung
dalam RNA yaitu nukleoprotein (N), polymerase protein (P), dan large protein (L); 3 protein lainnya berhubungan
dengan sampul virus1'3'12. Membran sampul terdiri dari M protein {glycosylated protein) yang berhubungan
dengan bagian dalam lipid bilayer dan
2 glikoprotein H dan F3'12. Giikoprotein H menyebabkan adsorbsi virus pada
resptor host. CD46 yang merupakan complement
regulatory protein dan tersebar !uas pada jaringan primata
bertindak sebagai resptor glikoprotein H. Glikoprotein F menyebabkan fusj virus
pada sel host, penetrasi virus dan hemolisis3. Dalam kultur set virus campak
mengakibatkan cytopathic elect yang
tcrdiri dari stellate cell dan
mult/nucleated gisnt cells.Virus
campak ini sangat sensitif pada panas dan dingin, cepat inaktivasi pada suhu
37°C dan 20"C. Selain itu virus juga menjadi :iiaktif dengan sinar
ultraviolet, ether, trypsin dan p-propiolactone1. Virus tetap infektif pada
bentuk droplet di udara selama beberapa jam terutarna pada keadaan dengan
tingkat kelembaban yang rendah.
C.
Manifestasi Klinis
Setelah
masa tunas selama 10-11 hari penyakit dsawali dengan demam dan malaise. Dalam
waktu 24 jam terjadi korisa, konjungtivltis dan batuk. Keluhan tersebut semakin
menghebat hingga mencapai puncaknya pada hari ke empat dengan muncuinya erupsi
kulit. Kira-kira dua hari sebelum timbul ruam tampak bercak koplik pada selaput
mukosa pipi yang berhadapan dengan molar. Dalam tiga hari lesi semakin
bertarnbah dan mengenai seluruh mukosa. Demam menurun dan bercak koplik
menghiiang pada akhir hari kedua setelah tirnbul ruam. Ruam berupa eupsi
makulopapular yang kemerahan menjalar dari kepala (muka, dahi, garis batas
rambut, telinga dan leher bagian stas) menuju ke ekstrimitas dalam 3 sampai 4
hari. Dalam 3 sampai 4 hari berikutnya ruam rnemudar sesuai urutan terjadinya.
Komplikasi
yang terjadi pada penderita campak dapat disebabkan oleh perluasan infeksi
virus, infeksi sekunder oleh bskteri atau keduanya Kompiikasi yang dapat
terjadi antara lain otitis media, mastoiditis, pneumonia obstruktif laringitis dan laryngotrakeobaronkitis.
Selain itu dap&t pula terjad komplikasi pada sistem syaraf pusat seperti
en&efalomyelitis akut dar subacute
sclerosing panencephaliiis (SSPE). Penderita campak dicurigai
adc komplikasi terutama jika panas beriangsung lebih lama.
Manifestasi
klinis campak yang lain adatah campak at'pikal dan modified measles. Campak atipikai adalah
campak yang terjadi pada seseorang yang mendapat vaksinasi virus campak mat!.
Sesudah masa prodromal panas dar nyeri selama 1 atau 2 hari, muncul ruam yang
dimulai dari extremitas dar dapat berupa urtikaria, makulopapular, hernoragik,
vesikular ataupur kombinasi dari beberapa bentuk. Didapatkan juga panas yang
tinggi, edema extremitas, hepatitis dan kadang-kadang efusi pleura. Pada pemeriksaar
serologi campak didapatkan liter antibodi HI yang tinggi. Penyakit in canderung
lebih parah daripada campak biasa.
Patogenesis
campak atipika ini adalah vaksin dari virus campak yang mati tidak dapat
menginduks antibodi terhadap protein F yang bertanggung jawab menyebarnya virus
dar ssl yang satu ke se! yang lain. Vaksin virus campak mati ini digunakan pada
tahun 1963 sampai 1967, maka konsekuensinya adalah bahwa penyakit in kini hanya
dapat dijumpai pada orang dewasa. Modified
measles adalah campak yang ringan karena penderita masih
punya kekebalan terhadap virus, Hal ini dapat terjadi pada bayi yang masih
mempunyai antibodi campak dari ibunya atau seseorang yang mendapatkan gamma
globulin setelah kontal< pada penderita campak. Gejala klinis dapat
bervariasi dan beberapa gejala klinis tertentu seperti percde prodromal,
konjungtivitis, bercak Koplik dar ruam mungkin tidak di dapatkan.
Campak
yang terjadi pada penderita dengan defisiensi imunitas selulei seperti AIDS,
penderita dengan terapi keganasan, ataupun segala bentuk imunodefisiensi
kongenital, cenderung lebih parah. Setelah pasien-pasien ini kontak dengan
penderita campak, gejala klinis yang tampak adalah pneumonia giant cell tanpa didahului oleh
timbulnya ruam. Pada kondisi seperti ini diagnose carnpak klinis sulit
ditegakkan. Karena penderita dengan jmmunocompromised
kemL-ngkinan
jug& mempunyai respon antibodi yang buruk, maka isolasi virus merupakan
satu-satunya alat diagnosa. Di negara berkembang, dilaporkan banyak campak
berat yang kemungkinan berhubungan dengan respon imunitas seluler yang buruk
pada anak dengan malnutrisi. Campak juga tampak lebih parah apabila terjadi
pada orang dewasa3. Laporan CDC pcda tahun 1991 batwa insiden komplikasi
terhadap campak lebih banyak terjadi pada pendeita dengan ussa iebih dari 20
tahun daripada anak-anak.
D. Diagnosis
Diagnosa
klinis pada campak klasik dengsn gejala batuk, korisa, bercak Koplik dan ruam
makulopapular yang dimulai dsri wajah, mudah dilakukan. Sering pula didapatkan
ieukopenia yang kemungkinan berhubungan dengan infeksi virus dan leukosit yang
mati.
Diagnosa
laboratoris berguna jika klinisi jarang melihat kasus campak atau adanya
kemungkinan campak atipikal atau pneumonia dan ensefalitis yang tidak jelas
pada penderita dengan immunocornpromised.
Campak
dapat didiagnosa secara laboratoris dengan isolasi virus, identifikasi virus
antigen pada jaringan yang terinfeksi atau dengan respon serologis terhadap
virus campak. Pemeriksaan antigen dapat dilakukan dengan pemeriksaan
smunofluoresen dari sel yang berasal eksudat nasal ataupun dari sedimen urine.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan RT-PCR. Isolasi virus secara
teknis sutit dilakukan dan fasilitas untuk isolas' virus ini tidak selalu
tersedsa. Pada kultur virus, virus campak ini memperlihatkar, efek sitopatik
yang terdili dari sel-sel yang berbentuk bintang, multinucleated syncytial giant cell yang
berisi inklusi intranuklea' Pemeriksaan laboratoris yang sering digunakan
adalah respons serologis. terhadap virus campak Pemeriksaan respon ini
digunakar. cara ne^.rslisaF.i, fiksas' komplemen, ELISA (enzyme-linked immunoosorbent assay) dan
HI (Hemaglutination-inhibition). Tes
netrafisasi membutuhkan propsgasi virus in vitro yang secara teknis sulit
dilakukan, sehingga meskipun cukup sensitif tes ini jarang dilakdkan. Tes HI
kurang sensitif dibandingkan dengan netralisasi tetapi cukup bagus apabila
dibandingkan antara dua kaii pengetesan. Diagnosa campak apabila terdapat
peningkatan titer antibodi 4 kali atau lebih. ELISA lebih sensitif dan lebih
mudah dilakukan, serta dapat pula mendeteksi Ig M spesifik terhadap virus
campak pada fase akut. ACIP (Advisry
Committee on Immunization Practice) merekomendasikan bahwa
kriteria laboratoris untuk campak adalah serologi tes yang posilif untuk Ig M
campak atau peningkatan titer antibodi yang signifikan atau didapatkan isolasi
virus campak. Akhir-akhir ini dikembangkan pula pemeriksaan serologis dengan
menggunctkan saliva.
E. Insidence
Prevalence/Epidemiologi Campak
1. Distribusi
dan Frekuensi Penyakit Campak
a.
Menurut Orang
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat
menginfeksi anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja
dan kadang kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan
mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40%
anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan
masyarakat yang lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan
lebih berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas
seumur hidup.
b.
Menurut Tempat
Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah
yang sangat terpencil. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya
eradikasi belum dapat direalisasikan. Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan
insidensi campak pada tahun 1989-1991. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak
yang tidak mendapatkan imunisasi, termasuk anak-anak di bawah umur 15 bulan. Di
Afrika dan Asia, campak masih dapat menginfeksi sekitar 30 juta orang setiap
tahunnya dengan tingkat kefatalan 900.000 kematian.Berdasarkan
data yang dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar 1.141 kasus campak di Afganistan
pada tahun 2007. Di Myanmar tercatat sebanyak 735 kasus campak pada tahun 2006.
c. Menurut Waktu
Virus penyebab campak
mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang
kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan meningkatkan penyebaran di
rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah
utara. Sama halnya dengan udara pada musim kemarau di Persia atau Afrika yang
memiliki insiden kejadian campak yang relatif tinggi pada musim-musim tersebut.
Bagaimanapun, kejadian campak akan meningkat karena kecenderungan manusia untuk
berkumpul pada musim-musim yang kurang baik tersebut sehingga efek dari iklim
menjadi tidak langsung dikarenakan kebiasaan manusia.Kebanyakan kasus campak
terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi di negara dengan empat musim
dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di
negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus
menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka
90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.
2.
Determinan
Penyakit Campak
a. Host (Penjamu)
Beberapa faktor Host yang meningkatkan risiko
terjadinya campak antara lain:
a.1. Umur
Pada sebagian besar
masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi terhadap campak selama 6
bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh tingkat maternal antibodi
yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua kehidupan. Tetapi, di
beberapa populasi, khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi secara signifikan
pada usia dibawah 1 tahun, dan angka kematian mencapai 42% pada kelompok usia
kurang dari 4 tahun. Di luar periode ini, semua umur sepertinya memiliki
kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur terkena campak lebih tergantung
oleh kebiasaan individu daripada sifat alamiah virus. Di Amerika Utara, Eropa
Barat, dan Australia, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di rumah,
tetapi ketika memasuki sekolah jumlah anak yang menderita menjadi
meningkat.Sebelum imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus
campak di negara industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah
dasar dan pada anak dengan usia yang lebih muda di negara berkembang. Cakupan
imunisasi yang intensif menghasilkan perubahan dalam distribusi umur dimana
kasus lebih banyak pada anak dengan usia yang lebih tua, remaja, dan dewasa
muda.Penelitian Casaeri dengan desain kasus kontrol di Kabupaten Kendal
menyebutkan bahwa anak dengan usia rentan yakni kurang dari 15 tahun memiliki
kemungkinan risiko 4,9 kali lebih besar untuk terinfeksi campak dibanding pada
anak umur kurang rentan.
a.2. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden
dan tingkat kefatalan penyakit campak pada wanita ataupun pria. Bagaimanapun,
titer antibodi wanita secara garis besar lebih tinggi daripada pria. Kejadian
campak pada masa kehamilan berhubungan dengan tingginya angka aborsi
spontan.Berdasarkan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus
kontrol mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita campak
lebih banyak pada anak laki-laki yakni 62%.
a.3. Umur Pemberian Imunisasi
Sisa antibodi yang diterima
dari ibu melalui plasenta merupakan faktor yang penting untuk menentukan umur
imunisasi campak dapat diberikan pada balita. Maternal antibodi tersebut dapat
mempengaruhi respon imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi
yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan yang
adekuat. Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih mempunyai
antibodi dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap imunisasi. Menunda
imunisasi dapat meningkatkan angka serokonversi. Secara umum di negara
berkembang akan didapatkan angka serokenversi lebih dari 85% bila vaksin
diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di negara maju, anak akan kehilangan
antibodi maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga pada umur tersebut
direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan imunisasi dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat campak yang cukup
tinggi di kebanyakan negara berkembang.Penelitian kohort di Arkansas
menyebutkan bahwa jika dibandingkan dengan anak yang mendapatkan vaksinasi pada
usia >15 bulan, anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia <12
bulan memiliki risiko 6 kali untuk terkena campak. Sedangkan anak yang
mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14 bulan memiliki risiko 3 kali untuk
terkena campak dibanding dengan anak yang mendapat vaksinasi pada usia 15
bulan.
Sedangkan sebuah studi kasus
kontrol yang juga dilakukan di Arkansas menyebutkan bahwa anak yang mendapatkan
vaksinasi campak pada usia 12-14 bulan memiliki kemungkinan risiko terkena
campak 5,6 kali lebih besar dibanding anak yang mendapatkan vaksin pada usia 15
bulan atau lebih.
a.4. Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis
yang buruk, anak-anak lebih mudah mengalami infeksi silang. Kemiskinan
bertanggungjawab terhadap penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena
kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua untuk mendukung perawatan kesehatan
yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet,
miskin pendidikan. Frekuensi relatif anak dari orang tua yang berpenghasilan
rendah 3 kali lebih besar memiliki risiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih
tinggi menyebabkan kematian anak dibanding anak yang orang tuanya
berpenghasilan cukup.
a.5. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta
solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak
lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah
menerima gagasan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan
rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan lebih tinggi orang dapat
lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru.Penelitian Agunawan di desa
Saung Naga Kecamatan Baturaja Barat dengan desain cross sectional menyebutkan
bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian penyakit campak pada
balita (p=0,000).
a.6. Imunisasi
Vaksin campak adalah preparat
virus yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain campak yang diisolasi.
Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi dan memiliki efek penting dalam
epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi relatif umur kasus dan terjadi
pergeseran ke umur yang lebih tua. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan
menurunkan penularan agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan
untuk terpajan pada agen tersebut. Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh
menjadi besar atau dewasa tanpa pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut.
Pada campak, manifestasi penyakit yang paling berat biasanya terjadi pada anak
berumur kurang dari 3 tahun. Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi
dapat menimbulkan serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan dapat
mencegah sebagian besar kasus dan kematian. Dengan pemberian satu dosis vaksin
campak, insidens campak dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak
merupakan penyakit yang sangat menular, masih dapat terjadi wabah pada anak
usia sekolah meskipun 85-90% anak sudah mempunyai imunitas.Sebuah penelitian
kohort yang dilakukan terhadap 627 siswa di Arkansas mendapatkan bahwa anak
yang tidak mendapatkan vaksinasi berisiko 20 kali untuk terkena campak daripada
anak yang memiliki riwayat vaksinasi pada usia 15 bulan atau lebih.Berdasarkan
penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah menyebutkan
bahwa anak yang tidak diimunisasi berisiko 29 kali untuk terkena campak
dibanding anak yang mendapat imunisasi.
a.7. Status Gizi
Kejadian kematian karena
campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan
antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang
ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera
makan dan kemampuan untuk mencerna makanan. Scrimshaw mencatat bahwa kematian
karena campak pada anak-anak yang ada di desa Guatemala menurun dari 1% menjadi
0,3% tiap tahunnya ketika anak-anak tersebut diberikan suplemen makanan dengan
kandungan protein tinggi. Sedangkan pada desa yang menjadi kontrol dimana
anak-anak tersebut tidak diberikan suplemen protein, angka kematian menunjukkan
angka 0,7%. Tetapi karena hanya 27% saja dari anak-anak tersebut yang secara
teratur mengkonsumsi protein ekstra, dapat disimpulkan bahwa perubahan rate
yang didapatkan pada kasus observasi tidak seluruhnya disebabkan oleh suplemen
makanan.
Dari sebuah studi dinyatakan
bahwa elemen nutrisi utama yang menyebabkan kegawatan campak bukanlah protein
dan kalori tetapi vitamin A. Ketika terjadi defisiensi vitamin A, kematian atau
kebutaan menyertai penyakit campak. Apapun urutan kejadiannya, kematian yang
berhubungan dengan penyakit campak mencapai tingkat yang tinggi, biasanya lebih
dari 10% terjadi pada keadaan malnutrisi.
Penelitian I Made Suardiyasa
di kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah menyebutkan bahwa risiko anak yang
memiliki status gizi kurang untuk terkena campak adalah 5,4 kali dibanding anak
dengan status gizi baik.
Sedangkan penelitian Sulung di Puskesmas
Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat dengan desain cross
sectional terhadap anak berumur 6 bulan -15 tahun mendapatkan hasil bahwa
kejadian campak ada hubungannya dengan status gizi dimana anak dengan status
gizi kurang mempunyai kemungkinan risiko 2,9 kali lebih besar untuk terkena
campak.
b.
Agent
Penyebab
infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari famili Paramyxoviridae.
c.
Lingkungan
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara
berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut
akan hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang
sangat kecil yakni < 400.000 orang.
Status
imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat
akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam
komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan
terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada tempat dimana
jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%.
F. Faktor
Yang Mempengaruhi
Penyakit
campak adalah suatu penyakit virus yang sangan menular yang mempunuai angkatan
kesakitan dan kematian yang cukup tinggi dikalangan anak-anak. Program
Imunisasi yang dijalankan dewasa ini adalah menurunan angka kesakitan dan
kematian yang disebabkan oleh enam penyakit yang salah satunya diantaranya
adalah penyakit campak.
Tujuan
penelitian ini dilakukan adalah dalam rangka untuk mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh serta kuatnya hubungan antara status imunisasi dengan
timbulnya penyakit campak.
penelitian
yang dijalankan adalah "kasus kelola" yang bersifak retrospektif yang
akan mewawancarai 71 ibu yang anaknya pernah sakit campak sebagai "kasus"
dan 71 lainnya yang tidak pernah menderita sakit campak sebagai
"kelola". Hail penelitian yang didapat dari sejumlah 142 anggota
sampel sebanyak 62 anak sudah diimunisasi (48,5%), sedangkan dari 71 kasus
ternyata 27 anak sudah diimunisasi (38%).
Dari hasil
penelitian didapatkan adanya hubungan antara imunisasi dengan timbulnya
penyakit campak (OR=0,42) dan setelah diuji dengan statistik X2 test ternyata
perbedaan tersebut bermakna untuk p=0,05. Demikian pula status nutrisi juga ada
hubungan dengan timbulnya penyakit campak (OR=0,22). Setelah diuji dengan
statistik (X2 test) ternyata perbedaan tersebut bermakna untuk p=0,05. Dengan
demikian makan faktor imunisasi dan status nutrisi merupakan faktor pengaruh
kepada timbulnya penyakit campak. Sedangkan faktor-faktor lainnya seperti, umur
pemberian, umur, jenis kelamin, saudara rentan, saudara sakit, serta kepadatan
penghunian ternyata bukan merupakan faktor pengaruh kepada timbulnya penyakit
campak (p<0,05).
Dengan
demikian program Imunisasi haarus terus diperluas jangkauan cakupannya serta
mutu pelayanannya dalam upaya melindungi anak dari sakit campak.
G. Problem
/ Masalah
Penyakit
campak adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kematian anak anak di dunia
termasuk di Indonesia. Setiap negara diajak secara bertahap mereduksi dan
mengeliminasi penyakit campak dengan memberikan imunisasi rutin kepada bayi.
Selain itu, juga dilakukan imunisasi campak tambahan untuk menjangkau anakanak
yang belum pernah divaksinasi atau belum pernah menderita penyakit campak,
serta kesempatan kedua untuk kasus kegagalan vaksinasi campak.
Di
Indonesia telah dilakukan kempanye imunisasi campak di seluruh provinsi di
Indonesia dari bulan Januari 2005 sampai dengan Agustus 2007, tetapi hingga
saat ini belum ada informasi tentang dampaknya. Perlu diketahui korelasi
cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden penyakit campak di seluruh
provinsi di Indonesia tahun 2004 – 2008.
H. Tujuan
a. Tujuan
Umum
Diketahuinya
gambaran epidemiologi penyakit campak dan imunisasi campak, serta korelasi
cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden penyakit campak satu tahun
sesudah kampanye campak di Indonesia.
b. Tujuan
Khusus
1. Diketahuinya cakupan
imunisasi kampanye campak seluruh propinsi di Indonesia.
2. Diketahuinya insiden
campak satu tahun sesudah kampanye campak seluruh propinsi di Indonesia..
3. Diketahuinya
korelasi antara cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden campak satu
tahun sesudah kampanye campak.
I. Manfaat
1. Menambah pengetahuan
dan meningkatkan kemampuan meneliti penulis dalam bidang kesehatan masyarakat
khususnya yang berhubungan dengan penyakit campak.
2. Menambah
perbendaharaan penelitian bagi Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Wira
Husada Yogyakarta khususnya yang berhubungan dengan penyakit campak.
3. Menambah informasi
bagi Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Wira Husada Yogyakarta mengenai
kondisi kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan penyakit campak di
Indonesia.
4. Menambah informasi
bagi Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengenai kondisi kesehatan
masyarakat yang berhubungan dengan penyakit campak di Indonesia.
5. Memberikan informasi
bagi Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang bisa digunakan sebagai
masukan dalam program yang berhubungan dengan penyakit campak.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan Penyakit
1) Penyakit
Campak
Penyakit
campak adalah suatu penyakit virus akut yang sangat menular dengan gejala awal
berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, dan bintik-bintik kecil dengan
bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di
daerah mukosa pipi (bercak Koplik). Penyebab infeksi adalah virus campak,
anggota genus Morbilivirus dari famili Paramyxoviridae. Tanda
khas bercak kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai
di daerah muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan
kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan. Sering
timbul lekopenia.
Komplikasi
dapat terjadi sebagai akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri
antara lain berupa otitis media, pneumonia, laryngotracheobronchitis (croup),
diare, dan ensefalitis.
Diagnosa
biasanya dibuat berdasarkan gejala klinis dan epidemiologis walaupun konfirmasi
laboratorium dianjurkan untuk dilakukan. Pemeriksaan laboratorium dilakukan
untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik campak yang timbul pada hari ke 3-4
setelah timbul ruam atau untuk mendeteksi peningkatan yang signifikan titer antibodi
antara serum akut dan konvalesens untuk memastikan diagnosis campak.
Teknik
yang jarang digunakan antara lain identifikasi antigen virus dengan usap mukosa
nasofaring menggunakan teknik FA atau dengan isolasi virus dengan kultur sel
dari sample darah atau usap nasofaring yang diambil sebelum hari keempat
timbulnya ruam atau dari spesimen air seni yang diambil sebelum hari kedelapan timbulnya
ruam.
2) Distribusi
Penyakit Campak
Campak
lebih berat diderita oleh anak-anak usia dini dan yang kekurangan gizi, pada
penderita golongan ini biasanya ditemukan ruam dengan perdarahan, kehilangan
protein karena enteropathy, otitis media, sariawan, dehidrasi, diare, kebutaan
dan infeksi kulit yang berat. Anak-anak dengan defisiensi vitamin A subklinis
atau klinis beresiko tinggi menderita kelainan di atas. CFR di Negara berkembang
diperkirakan sebesar 3-5% tetapi seringkali di beberapa lokasi berkisar antara
10%-30%. Pada anak-anak dalam kondisi garis batas kekurangan gizi, campak seringkali
sebagai pencetus terjadinya kwasiorkor akut dan eksaserbasi defisiensi vitamin
A yang dapat menyebabkan kebutaan.
Campak
endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk terjadi KLB
setiap 2-3 tahun. Pada kelompok masyarakat dan daerah yang lebih kecil, KLB
cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Dengan interval antar KLB (honeymoon
periode) yang lebih panjang seperti yang terjadi di daerah Kutub Utara dan
di beberapa pulau tertentu, KLB campak sering menyerang sebagian penduduk dengan
angka kematian yang tinggi. Dengan program imunisasi yang efektif untuk bayi
dan anak, kasus-kasus campak di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara lainnya
(seperti Finlandia, Republik Czech) turun sebesar 99% dan pada umumnya campak
hanya menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi atau anak-anak yang lebih
besar, remaja atau dewasa muda yang hanya menerima vaksin satu dosis.
Di
Amerika Serikat pada tahun 1989-1991, KLB yang berkepanjangan timbul pada
populasi anak sekolah diantara 2-5% dari mereka yang gagal membentuk antibodi,
tidak terjadi serokonversi setelah mendapat vaksinasi 1 dosis. Di daerah iklim
sedang campak timbul terutama pada akhir musim dingin dan pada awal musim semi.
Di daerah tropis campak timbul biasanya pada musim panas.
3) Penularan
Penyakit Campak
Reservoir
dari penyakit campak adalah manusia. Campak merupakan salah satu penyakit
infeksi yang sangat menular. Cara penularan dari penyakit ini adalah melalui
udara dengan penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau
tenggorokan dari orang-orang yang terinfeksi dan jarang melalui benda-benda yang
terkena sekret hidung atau sekret tenggorokan. Masa inkubasi dari penyakit ini berlangsung
sekitar 10 hari, tapi bisa berkisar antara 7-18 hari dari saat terpajan sampai
timbul gejala umum, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih
lama dari 19-21 hari. IgG untuk perlindungan pasif yang diberikan setelah hari ketiga
masa inkubasi dapat memperpanjang masa inkubasi. Masa penularan penyakit campak
berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodromal (biasanya
sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbul ruam; minimal
setelah hari kedua timbulnya ruam.
Semua
orang yang belum pernah terserang penyakit ini dan mereka yang belum pernah
diimunisasi serta nonresponders rentan terhadap penyakit ini. Imunitas
yang didapat setelah sakit bertahan seumur hidup. Bayi yang baru lahir dari ibu
yang pernah menderita campak akan terlindungi kira-kira selama 6-9 bulan
pertama atau lebih lama tergantung dari titer antibodi maternal yang tersisa
pada saat kehamilan dan tergantung pada kecepatan degradasi antibodi tersebut.
Antibodi maternal mengganggu respons terhadap vaksin. antibodi, tidak terjadi
serokonversi setelah mendapat vaksinasi 1 dosis. Di daerah iklim sedang campak
timbul terutama pada akhir musim dingin dan pada awal musim semi. Di daerah
tropis campak timbul biasanya pada musim panas.
4) Penularan
Penyakit Campak
Reservoir
dari penyakit campak adalah manusia. Campak merupakan salah satu penyakit
infeksi yang sangat menular. Cara penularan dari penyakit ini adalah melalui
udara dengan penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau
tenggorokan dari orang-orang yang terinfeksi dan jarang melalui benda-benda yang
terkena sekret hidung atau sekret tenggorokan. Masa inkubasi dari penyakit ini berlangsung
sekitar 10 hari, tapi bisa berkisar antara 7-18 hari dari saat terpajan sampai
timbul gejala umum, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih
lama dari 19-21 hari. IgG untuk perlindungan pasif yang diberikan setelah hari ketiga
masa inkubasi dapat memperpanjang masa inkubasi. Masa penularan penyakit campak
berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodromal (biasanya
sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbul ruam; minimal
setelah hari kedua timbulnya ruam.
Semua
orang yang belum pernah terserang penyakit ini dan mereka yang belum pernah
diimunisasi serta nonresponders rentan terhadap penyakit ini. Imunitas
yang didapat setelah sakit bertahan seumur hidup. Bayi yang baru lahir dari ibu
yang pernah menderita campak akan terlindungi kira-kira selama 6-9 bulan
pertama atau lebih lama tergantung dari titer antibodi maternal yang tersisa
pada saat kehamilan dan tergantung pada kecepatan degradasi antibodi tersebut.
Antibodi maternal mengganggu respons terhadap vaksin.
B.
Faktor Resiko
Beberapa faktor host yang dapat meningkatkan resiko penyakit
campak antara lain :
a) Umur
Kasus
campak di Negara industry terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah
dasar dan pada anak dengan usia yang lebih muda di Negara berkembang. Cakupan
imunisasi yang intensif menghasilkan perubahan dalam distribusi umur dimana
kasus lebih banyak pada anak dengan usia yang lebih tua, remaja, dan dewasa
muda.
b) Pendidikan
Tingkat
pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari
penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi
biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan
akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola
berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan
lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru.
c) Status Gizi
Kejadian kematian
karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum dapat
dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek
yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan
selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.
d) Environment (Lingkungan)
Epidemi
campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan
vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi
yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000
orang. Pada lingkungan yang jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa
setinggi 25%.
C.
Pencegahan
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan
tingkat awal berhubung an dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap
prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan
memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga
dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
c.
Pencegahan
Primer
Pencegahan tingkat pertama ini
merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak, yaitu :
1.Memberi
penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi campak
untuk semua bayi.
2.Imunisasi
dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua anak
berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai jangka waktu
4-5 tahun.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan
tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk
mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang -
kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah
komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu :
1.Menentukan
diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik atau darah.
2.Mencegah
perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah selama empat
hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang khusus atau
mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita pada
stadium kataral.
3.Pengobatan
simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni antipiretik untuk
menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan bila terjadi
infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan
tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian.
Adapun tindakan - tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu :
1.Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
2.Pemberian vitamin A dosis tinggi
karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat Terutama pada anak kurang
gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.
D.
Penanggulangan
Pada sidang CDC/ PAHO / WHO,
tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit Campak dapat
dieradikasi, karena satu-satunya pejamu/ reservoir campak
hanya pada manusia serta tersedia vaksin dengan potensi yang
cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85% dan
dirperkirakan eradikasi dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah
eliminasi.World Health Organisation (WHO) mencanangkan
beberapa tahapan dalam upaya eradikasi (pemberantasan) penyakit
Campak dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada
setiap tahap yaitu :
a.
Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
1. Tahap Pengendalian Campak
Pada
tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan
cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi
tambahan di daerah dengan morbitas campak yang tinggi.
Daerah ini masih merupakan daerah endemis
campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan
pola epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
2. Tahap Pencegahan KLB
Cakupan
imunisasi dapat dipertahankan tinggi ≥ 80% dan merata,terjadi penurunan
tajam kasus dan kematian, insidens campak telah bergeser kepada umur yang
lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.
b. Tahap Eliminasi
Cakupan
imunisasi sangat tinggi ≥ 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi
rendah sudah sangat kecil jumlahnya, kasus campak
sudah sangat jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi.
Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan
diberikan imunisasi campak.
c.
Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus
Campak sudah tidak ditemukan.Pada siding The World Health Assambley (WHA) tahun
1998, menetapkan kesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus
Noenatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM). Kemudian pada Technical
Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun 1999,
menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan
pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas
untuk mencapai reduksi Campak tersebut adalah :
a.
Imunisasi rutin pada bayi 9 –11
bulan (UCI Desa ≥ 80)
b.
Imunisasi tambahan (suplemen)
a.
Catch up compaign :
memberikan imunisasi Campak sekali saja pada anak SD kelas 1 s/d 6
tanpa memandang status imunisasi.
b.
Selanjutnya
untuk tahun berikutnya secara rutin diberikan imunisasi campak pada murid kelas
1 SD (bersama dengan pemberian DT) pelaksanaan secara rutin dikenal dengan
istilah BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) Campak. Tujuannya adalah mencegah
KLB pada anak sekolah dan memutuskan rantai penularan dari anak sekolah
kepada balita.
c.
Crash
program Campak :
memberikan imunisasi Campak pada anak umur 6
bulan - > 5 tahun tanpa melihat status
imunisasi di daerah risiko tinggi campak.
d.
Ring
vaksinasi :
Imunisasi Campak diberikan dilokasi pemukiman di
sekitar lokasi KLB dengan umur sasaran 6
bulan (umur kasus campak termuda) tanpa melihat status
imunisasi.
c.
Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan
dini dan respon kejadian luar biasa).
d.
Penyelidikan dan penanggulangan
kejadian luar biasa Setiap kejadian luar biasa harus diselidiki dan dilakukan
penanggulangan secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus,
pengobatan dengan antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian vitamin A
dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan imunisasi
campak/ring vaksinasi (program cepat, sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
e.
Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap reduksi Campak dengan
pencegahan kejadian luar biasa :
§ Pemeriksaan laboratorium
dilakukan terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap
kejadian luar biasa.
§ Pemantauan kegiatan
reduksi Campak pada tingkat Puskesmas dilakukan dengan cara kenaikan sebagai
berikut :
1. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
Imunisasi untuk mengetahui pencapaian cakupan imunisasi.
2. Pemetaan kasus
Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi kasus Campak.
3. Pemantauan data
kasus campak untuk melihat kecenderungan kenaikan kasus campak menurut waktu
dan tempat.
4. Pemantauan
kecenderungan jumlah kasus campak yang ada untuk melihat dampak imunisasi
campak.
BAB III
METODE
STUDI
A.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain
penelitian Epidemiologi Deskriptif yang bersifat studi observasional yang
mempelajari distribusi dan frekuensi penyakit di populasi, dengan menggunakan
desain penelitian Korelasi (correlation study or ecology study) dimana
penelitian Epidemiologi berdasarkan unit pengamatan atau unit analisis agregat.
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran epidemiologi
kasus campak di Cirebon tahun 2004-2011. Populasi penelitian adalah semua data
kasus campak yang dilaporkan dari 22 puskesmas se-Kota Cirebon pada tahun
2004-2011 ke sub bagian Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) di Kota
Cirebon.11. Variabel terikat adalah jumlah kejadian campak. Variabel bebasnya
terdiri dari umur, jenis kelamin, status vitamin A, status imunisasi, cakupan
imunisasi, tempat, dan waktu (bulan). Instrumen penelitian yang digunakan
adalah Form C1 yang digunakan untuk menganalisis data kasus campak.
Metode pelaksanaannya yaitu dengan mengolah dan menganalisis data sekunder yang
terkumpul di sub bagian Pengendalian Masalah Kesehatan. Data-data yang
diperoleh kemudian diolah melalui tahap-tahap pengolahan data sebagai berikut:
1. Pembuatan Struktur Data 2. Entri Data 3. Analisis Data Analisis yang
digunakan adalah analisis univariat, Analisis univariat pada variabel orang
digunakan untuk melihat dan mendeskripsikan besarnya distribusi frekuensi dan
insiden kasus campak pada umur, jenis kelamin, status imunisasi dan status
vitamin A. Analisis univariat pada variabel waktu digunakan untuk melihat trend
pada bulan kasus. Analisis univariat pada variabel tempat digunakan untuk
melihat kasus campak dengan pengaruh kondisi geografisnya serta cakupan
imunisasi campak di tempat tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Berdasarkan Variabel Tempat.
Insiden campak berdasarkan kecamatan per 10.000 penduduk,
diketahui bahwa pada tahun 2004 - 2011 Insiden kasus tertinggi sering terjadi
di dua kecamatan yaitu kecamatan Kesambi dan kecamatan Harjamukti.
Tingginya
insiden campak di kecamatan Kesambi pada tahun 2004, 2005, 2007 dan 2009
diperkirakan karena kepadatan penduduk yang tinggi. yaitu sebesar 8.827,30
penduduk per km2. Dikatakan tinggi karena kepadatan penduduk kecamatan lebih
tinggi dari pada kepadatan penduduk kota. Diketahui bahwa penularan penyakit
campak (transmisi virus campak) lebih mudah terjadi pada perumahan rakyat yang
padat, daerah yang kumuh dan miskin, serta daerah yang populasinya padat.8
Menurut teori kepadatan penduduk merupakan persemaian subur bagi virus,
sekaligus sarana eksperimen rekayasa genetika secara ilmiah. Pemukiman yang
padat dapat mempermudah penularan penyakit yang menular melalui udara, terutama
penyakit campak yang proses penularannya terjadi saat percikan ludah atau
cairan yang keluar ketika penderita bersin.12 Sedangkan untuk kecamatan
Harjamukti insiden campak yang tinggi disebabkan cakupan imunisasi rutin campak
yang belum mencapai target UCI pada salah satu kelurahannya. UCI merupakan
keadaan tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap ≥ 80% sebelum anak usia
satu tahun.Pencapaian imunisasi ini akan memberikan dampak jika cakupan ≥ 80%
dan merata di seluruh kelurahan. Cakupan imunisasi yang rendah salah satunya
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan para orang tua yang berpengaruh
terhadap perilaku mereka, termasuk perilaku mengimunisasi anak. Alasan sebagian
masyarakat menolak anaknya diimunisasi karena khawatir pemberian imunisasi akan
menimbulkan efek samping. Hal ini sesuai dengan teori Lawrence Green bahwa
perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang. Penelitian Irham (2010) juga
yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu tentang campak mempengaruhi perilaku
Imunisasi campak.
Dari peta Insiden Kumulatif penyakit campak yang ada pada bab
hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun telah terjadi
perubahan warna pada tiap kecamatan, hal ini menunjukan perioditas penyakit
campak.
Kadang penyakit campak pada suatu wilayah pada tahun tertentu
tinggi namun pada tahun berikutnya penyakit campak tersebut tiba-tiba hilang
dan bukan menjadi masalah kesehatan, hal ini disebabkan oleh kekebalan kelompok
pada suatu daerah tersebut. Perubahan warna juga disebakan adanya Kejadian Luar
Biasa pada tahun tertentu. Kemudian Insiden campak tertinggi diperkirakan juga
oleh penguatan surveilans campak di kecamatan tersebut, dimana peningkatan
insiden campak yang cukup besar dikarenakan sistem surveilansnya sudah semakin
baik sehingga kasus yang terlaporkan juga semakin banyak terdeteksi.
2. Berdasarkan Variabel Orang
a. Berdasarkan Kelompok Umur
Insiden campak berdasarkan kelompok umur di Cirebon tahun 2004,
2007, 2008, dan 2010 insiden campak tertinggi terjadi pada kelompok umur < 1
tahun, dan tahun 2005 dan 2006 insiden campak tertinggi pada kelompok umur 1-4
tahun. Sedangakan tahun 2009 dan 2011 insiden campak tertinggi pada kelompok
umur 5-9 tahun. Insiden kasus campak terendah tahun 2004 sampai 2011 pada
kelompok > 15 tahun.
Secara umum, insiden campak tinggi pada kelompok umur di bawah 5
tahun setiap tahunnya. Tetapi pada beberapa daerah dengan cakupan imunisasi
tinggi dan merata cenderung bergeser kepada kelompok umur yang lebih tua (5-9
tahun).17 Pada kelompok umur di bawah 5 tahun kebanyakan belum pernah terserang
penyakit campak sebelumnya sehingga belum ada antibodi yang terbentuk. Pada
kelompok umur itu juga balita belum terimunisasi.
b. Berdasarkan Jenis Kelamin
Proporsi kasus campak yang berjenis kelamin laki-laki (L) lebih
banyak dari pada yang berjenis kelamin perempuan (P) .
Sesuai
dengan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus kontrol
mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita campak lebih
banyak pada anak laki-laki yakni 62%. Titer antibodi wanita secara garis besar
lebih tinggi dari pada pria. Tetapi secara keseluruhan tidak ada perbedaan
insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada wanita ataupun pria.
c. Berdasarkan Status Imunisasi
Pada tahun 2010 proporsi kasus campak dengan status tidak
imunisasi lebih banyak dari pada yang diimunisasi. Hal ini sesuai dengan teori
yang menyebutkan bahwa status imunisasi campak berpengaruh terhadap
perlindungan tubuh dari serangan penyakit campak.8 Pendidikan diduga
berhubungan dengan prosentase anak yang mendapatkan imunisasi dasar termasuk
juga campak. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu maka
semakin tinggi pula cakupan imunisasi.
Sedangkan pada tahun 2011 proporsi kasus campak dengan status
imunisasi lebih banyak dari pada yang tidak diimunisasi. Hal itu bisa terjadi
karena kegagalan dalam imunisasi campak, hal ini dapat disebabkan oleh banyak
faktor. Dari faktor host bisa disebabkan oleh karena umur bayi pada waktu
diberi imunisasi, masih adanya antibodi maternal dari ibu. Umur
bayi saat imunisasi berpengaruh terhadap daya guna vaksin campak. Daya guna
vaksin akan menurun jika diberikan pada bayi yang lebih muda karena proporsi
antibodi maternal masih tinggi, umur saat bayi kehilangan antibodi maternal
adalah waktu yang optimal.14 Dari faktor agent bisa karena pengaruh
virus vaksin campak yang virulen, dan mengalami mutasi galur virus campak.8
Oleh karena itu, pemberian imunisasi dosis ke dua menjadi penting untuk
mengatasi kegagalan pembentukan antibodi pada pemberian imunisasi pertama.
Antibodi akan bertahan lebih lama jika mendapat booster, adanya infeksi
ulang oleh virus atau oleh vaksin pada saat titer antibodi rendah, akan
merangsang sel memori menghasilkan antibodi secara cepat dan mencapai puncaknya
selama 12 hari.8 Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta
Manis Kecamatan Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross
sectional, ditemukan balita yang tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai
risiko 5 kali lebih besar untuk terkena campak di banding balita yang mendapat
Imunisasi.
Sampai saat ini di Cirebon pencegahan penyakit campak dilakukan
dengan imunisasi campak secara rutin yang diberikan pada bayi berumur 9 – 15
bulan. Status imunisasi campak setiap individu akan berpengaruh
terhadap perlindungan kelompok dari serangan penyakit campak di wilayah
tersebut karena vaksinasi campak dapat menekan angka kesakitan penyakit
campak.8 Oleh karena itu, imunisasi campak rutin pada anak balita harus tetap
dilakukan dengan metode yang lebih optimal, selain itu perlu adanya
program-program tambahan seperti Catch Up Campaign Campak, Crash
program Campak dan imunisasi rutin tambahan pada anak kelas 1 SD yang
dikenal dengan istilah BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) Campak.
d. Berdasarkan Status Vitamin A
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada
manusia. Anak - anak yang mendapatkan cukup vitamin A, bila terkena penyakit,
penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa
anak. sedangkan anak yang kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody
yang bergantung pada limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh
seseorang.8 Program imunissasi campak menganjurkan pemberian vitamin A, karena
infeksi campak juga dikaitkan dengan penurunan kadar vitamin A, dan rendahnya
kadar vitamin A dikaitkan dengan peningkatan mortalitas anak. Anak yang
kekurangan vitamin A akan mengalami gangguan respon imun saat imunisasi, dan
menunjukkan sel T yang abnormal yang mengacu kelainan imunodefisiensi.
Dari data yang ada menunjukan proporsi kasus campak dengan status
diberi vitamin
A lebih banyak dari pada yang tidak diberi vitamin A. Hal ini berbeda dengan
teori yang menyatakan bahwa pemberian vitamin A dapat meningkatkan respon antibody
yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang. Hal ini mungkin
terjadi karena status vitamin A pada anak tidak cukup mampu untuk melawan
infeksi virus. Pertahanan tubuh terhadap infeksi virus memerlukan pertahanan
yang bersifat spesifik, sedangkan pemberian vitamin A merupakan pertahan tubuh
yang bersifat non spesifik.
e. Berdasarkan Variabel Waktu
Distribusi kasus campak hampir ada disetiap tahun dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2011 di Cirebon, dan cenderung mengalami penurunan, akan
tetapi setiap tahunnya kasus paling banyak pada bulan April dan Oktober. Hal
ini menunjukan bahwa telah terjadi KLB campak dimana transmisi tertinggi pada
bulan Maret - April dan September – Oktober.
Campak merupakan penyakit yang mempunyai periodisitas tahunan
(cyclic) dimana campak bersifat endemis/berjangkit sepanjang tahun, bisa muncul
kapan saja sepanjang tahun dan tidak mengenal musim. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum daerah Dr. Sutomo
Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di Indonesia sepanjang tahun. Akan
tetapi pada penelitian ini terdapat fenomena yang cukup menarik
yaitu kasus campak dari tahun 2004-2011 setiap tahunnya kasus tertinggi pada
bulan April dan Okrober.15 Faktor yang menyebabkan tingginya kasus campak pada
bulan tersebut misalnya karena pada bulan tersebut musim hujan dimana udara
menjadi lebih lembab dari pada musim kemarau. Kelembaban yang tinggi dapat
mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan
tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban di cirebon
berkisar antara ± 48-93% menyebabkan transmisi penyebaran virus campak lebih
tinggi. Prevalensi transmisi penyebaran virus campak lebih tinggi pada tempat
dengan kelembaban tinggi.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada akhir dari uraian
ini, dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1. Campak adalah
penyakit akut dengan daya penuiaran yang tinggi ditandai dengan demam, korisa,
konjungtivitis, batuk, enenthem spesifik dan ruam makulopapular.
2. Sebelum era vaksin
setiap anak di dunia akan terkena campak
3. Campak adalah
penyakit dengan komplikasi yang cukup serius.
4. Setelah era vaksin
morbiditas dan mortalitas akibat campak dapat diturunkan.
5. Masih ada beberapa
hal yang menghambat secara operasional dilakukannya eradikasi campak
B.
Saran
Kita harus
menerapkan pola hidup sehat, utamanya untuk anak dan balita perlu mendapatkan
asupan gizi yang cukup sehingga status gizi anak pun menjadi lebih baik. Selalu
menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan anak sebelum makan.
Jika anak belum waktunya menerima imunisasi campak, atau karena hal tertentu dokter menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang sedang demam dan jika sudah terkena penyakit ini sebaiknya secepatnya berobat dan jika dalam kondisi yang lebih akut sebaiknya perlu dirujuk ke rumah sakit.
Jika anak belum waktunya menerima imunisasi campak, atau karena hal tertentu dokter menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang sedang demam dan jika sudah terkena penyakit ini sebaiknya secepatnya berobat dan jika dalam kondisi yang lebih akut sebaiknya perlu dirujuk ke rumah sakit.
Untuk para
orangtua jangan mengabaikan vaksinasi untuk anak karena anak atau balita
yang tidak mendapat imunisasi campak memiliki resiko 5 kali lebih besar untuk
terkena penyakit campak dibanding dengan anak atau balita yang mendapat
imunisasi.
Daftar
Pustaka
JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 293 - 304 Online
di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm.
Krugman
S, Katz SL, Gershon AA, Wilfert CIV!, eds. Measles (Rubeola).
Infectious
Disease of Children. St Louis: The Mosby Co, 1992; 223-45
Setiawan,
I Made. Penyakit Campak. Jakarta : PT Sagung Seto; 2008.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2010.Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010.
WHO.
World health Statistics 2011 (http://www.who.int/csr/don/2011_04_21/en/)
Diakses 10 Juli 2012.
Subagian
Pengendalian Masalah Kesehatan. Rekapitulasi Campak 2004-2011 Cirebon:
Dinkes Kota Cirebon; 2011.
Regina.
Korelasi Cakupan Imunisasi Kampanye Campak Dengan Insiden Penyakit
Campak di Indonesia tahun 2004 - 2008. Jakarta: FKM-UI ; 2008.
Suwoyo, dkk. Resiko Terjadinya Gejala Klinis Campak Pada Anak
Usia 1-14 Tahun Dengan Status Gizi Kurang Dan Sering Terjadi Infeksi Di Kota
Kediri. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. 2010; 1 (2); hal 88 –
95.
Cutts
FT, Steinglas R. Should measles be eradicated? Br Med J 1998; 316:765-7
Susilaningsih, Tutik Inayah. Gambaran Epidemiologi Kasus Campak
dan Indikator Kinerja Surveilans Campak Rutin di Indonesia Tahun 2005-2008
(Studi Kasus data sub-Direktorat Surveilans Epidemiologi Departemen Kesehatan
Republik Indonesia). Semarang: FKM-UNDIP ; 2008
Dinkes Kota Cirebon. Profil Kesehatan Kota Cirebon 2011. Cirebon:
Dinkes Kota Cirebon, 2011.
Dinkes Jateng. Surveilans Penyakit Yang Dapat DicegahDengan
Imunisasi (Pd3i) Provinsi Jawa Tengah. (http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/Rakernis2011/surveilans_pd3i.pdf)
Diakses 6 Maret 2012.
Dewi,
Elmerilia Farah. Hubungan Cakupan Imunisasi, status Gizi dan Kepadatan
Hunian dengan Penyakit Campak. Jakarta : FKM-UI ; 2008.
Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta; 2007
Heriyanto, Bambang. Yuwono, Djoko. Zat Kebal Bawaan Campak dan
Pengaruhnya terhadap Imunisasi Campak di Daerah Endemik Campak. Jurnal
Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Depatemen Kesehatan R.I. Cermin 2 Dunia Kedokteran 1989; 55; hal 44-47.
Muchlastriningsih, Enny. Penyakit-penyakit Menular yang Dapat
Dicegah dengan Imunisasi di Indonesi. Jurnal Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Departemen Kesehatan RI. Cermin 2 Dunia
Kedokteran 2005; 148.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar