ASUHAN KEPERAWATAN
PERDARAHAN POST PARTUM
Di Susun Oleh:
Haerul Anwar
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA
YOGYAKARTA
2016
Puji syukur penulis ucapkan
kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Perdarahan Pasca Partum” dengan
sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan makalah ini,
penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka. Penulis menyadari
bahwa penyusunan makalah ini tidak akan
selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta
bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah
ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Nuryeti selaku dosen pengajar, serta pihak-pihak yang turut membantu yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini,
penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun
materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.
Yogyakarta, Maret 2016
Penulis
PENDAHULUAN
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih
dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah
kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum sendiri
dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam
setelah bayi lahir, dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari
24 jam sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi. (I.B.G Manuaba, 2007)
Kematian ibu hamil dapat diklasifikasikan menurut penyebab mediknya sebagai
obstetric “langsung” dan “tidak langsung”. Menurut laporan WHO (2008) bahwa
kematian ibu di dunia disebabkan oleh perdarahan sebesar 25%, penyebab tidak
langsung 20%, infeksi 15%, aborsi yang tidak aman 13%, eklampsia 12%, penyulit
persalinan 8% dan penyebab lain 7%.(Depkes RI, 2008)
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan.
Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam
setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah.
Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan
setelah persalinan, namun ia akan menderita anemia berat.
Insidensi perdarahan postpartum pada negara maju sekitar 5% dari
persalinan, sedangkan pada Negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan
dan menjadi masalah utama dalam kematian ibu. Penyebabnya 90% dari atonia
uteri, 7% robekan jalin lahir, sisanya dikarenakan retensio plasenta dan
gangguan pembekuan darah.(Ambar Dwi, 2010)
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan.
Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai
meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama perdarahan postpartum primer
merupakan perdarahan yang paling banyak menyebabkan kematian ibu. Perdarahan
postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam
pertama kelahiran.(Darmin Dina, 2013)
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu
melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Anemia
dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama
terjadinya perdarahan dan infeksi yang merupakan faktor utama kematian ibu.
Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang
dari 10 persen sampai hampir 60 persen.(Depkes RI, 2010)
Menurut WHO, Negara yang berkembang memiliki angka kematian ibu 25%
kematian ibu itu disebabkan oleh Perdarahan Post Partum. Terhitung lebih dari
100.000 kematian maternal pertahun. Menurut bulletin “American Collage of
Obstetrician and Gynecologists” menempatkan perkiraan 140.000 kematian ibu
pertahun. (Darmin Dina, 2013).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah pelaksanaan seminar diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan
mengetahui asuhan keperawatan dengan perdarahan post partum.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui tentang
definisi, Manifestasi
klinis, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, dan komplikasi perdarahan post partum.
b. Mahasiswa mengetahui asuhan
keperawatan perdarahan post partum ( pengkajian, diagnosis, implementasi dan evaluasi).
LANDASAN
TEORI
1. Definisi
Menurut Willams
& Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi
pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi
menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya
darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun
2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi
pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea,
sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar Hb < 8 gr %.
Post partum /
puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial
terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh
menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil (6
minggu). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam
24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum
period (minggu kedua sampai minggu ke enam). Potensial bahaya yang sering
terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan
secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang
paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP
(Haemorrhage Post Partum).
Pendarahan
pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih
sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan
oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri dan
laserasi jalan lahir .
Perdarahan
postpartum adalah sebab penting kematian ibu; ¼ dari kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan (perdarahan postpartum, plasenta previa, solution
plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri) disebabkan oleh
perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas
nifas karena anemia mengurangkan daya tahan tubuh. Perdarahan postpartum
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
2. Manifestasi Klinik Perdarahan Post Partum
a. Tanda-tanda perdarahan post
partum secara umum:
1) Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan
sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat
berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus
sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh
kedalam syok.
2) Pasien mengeluh lemah,limbung, berkeringat dingin, menggigil
3) Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan
darah (sistolik <90 mmHg) nadi (>100x/menit) dan napas cepat, pucat (Hb
<8%), extremitas dingin, sampai terjadi syok. (Ambar, 2010)
b. Gejala Klinis berdasarkan
penyebab:
1) Atonia Uteri
a) Gejala yang selalu ada: Uterus
tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir
(perdarahan postpartum primer).
b) Gejala yang kadang-kadang
timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
2) Robekan jalan lahir
a) Gejala yang selalu ada:
perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi
uteru baik, plasenta baik.
b) Gejala yang kadang-kadang
timbul: pucat, lemah, menggigil.
3) Retensio plasenta
a) Gejala yang selalu ada:
plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
b) Gejala yang kadang-kadang
timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan, perdarahan lanjutan
4) Tertinggalnya plasenta (sisa
plasenta)
a) Gejala yang selalu ada :
plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
dan perdarahan segera
b) Gejala yang kadang-kadang
timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
5) Inversio uterus
a) Gejala yang selalu ada: uterus
tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum
lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
b) Gejala yang kadang-kadang
timbul: Syok neurogenik dan pucat (I.B.G Manuaba, 2007).
3. Etiologi
Adapun hal-hal
yang dapat menyebabkan perdarahan post partum adalah sebagai berikut :
a. Atonia uteri
Atonia uteri
merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga
uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu
menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah
terjadinya pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh
darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau
lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah
merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan
pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman
dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah
lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka
delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas,
jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium
untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca
persalinan.
b. Robekan jalan lahir
Robekan jalan
lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan.
Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robekan serviks atau vagina.
c.
Retensio plasenta
Keadaan dimana
plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pelepasan plasenta, antara lain :
1) Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari
uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi
yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2) Kelainan dari plasenta dan sifat perlekatan placenta
pada uterus.
3) Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti
manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari
plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang
tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta;
serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
d. Inversio uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika
bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera
dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang
terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. Inversio uteri dapat
menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus inversio
uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian atas uterus
memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam
kavum uteri. Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah
plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada
wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak
karena batuk atau meneran, dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum
uteri yang merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan
inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi
baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding
uterus.
4. Patofisiologi Perdarahan Post Partum
Pada dasarnya perdarahan
terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta
memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus
maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian
pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi
faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan
menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh
darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atonia
uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak
menutup sempura sehingga terjadi per darahan terus menerus. Trauma jalan
terakhir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri
juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah
pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyabab
dari perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa
mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak
terjadi bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat implementasinya
yang akan menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga
sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan. Perdarahan
placenta rest dapat diterangkan dalam mekanisme yang sama dimana akan terjadi
gangguan pembentukan thrombus di ujung pembuluh darah, sehingga menghambat
terjadinya perdarahan. Pemebentukan epitel akan terganggu sehingga akan
menimbulkan perdarahan berkepanjangan. (I.B.G Manuaba, 2007)
5. Klasifikasi Perdarahan Post Partum
a. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage,
atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama
perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam
pertama.
b. Perdarahan Masa Nifas (PPH kasep atau Perdarahan
Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH).
Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan
pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim
yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Hb, Ht,
Masa perdarahan dan masa pembekuan.
b. Pemeriksaan USG
Hal ini
dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi
intrauterine.
c. Kultur uterus dan vaginal
Menentukan efek
samping apakah ada infeksi yang terjadi.
d. Urinalisis
Memastikan
kerusakan kandung kemih.
e. Profil Koagulasi
Menentukan
peningkatan degradasi kadar produk fibrin, penurunan fibrinogen, aktivasi masa
tromboplastin dan masa tromboplastin parsial.
7. Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum
a. Penatalaksanaan Medis
Terapi Medis yang dapat digunakan:
1) Methergine 0,2 mg peroral
setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung dengan analgesik bila terjadi kram.
2) Pitocin 10-20 unit dalam 1000
cc cairan IV
3) Methergine 0,2 mg IM bila
tidak ada riwayat hipertensi
4) Prostin supositoria pervagina,
uterus atau rectum
5) Bila perdarahan terus
berlanjut beri Hernabate 1 ampul per IM setiap 5 menit sebanyak tiga kali.
Berikan dosis pertama 10 menit setelah pemberian Prostin.( Geri Morgan, 2009)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Penunjang Medis
1) Tekan bagian segmen uterus
bagian bawah dan keluarkan bekuan darah
2) Periksa konsistensi uterus
a) Bila terjadi atonia, pijat
uterus
b) Bila tidak ada respon, lakukan
kompresi bimanual
c) Berikan oksitoksik dan/ atau
ergot, seperti berikut:
§ Pitocin 10-20 unit dalam 1000
cc cairan IV
§ Methergine 0,2 mg IM bila
tidak ada riwayat hipertensi
§ Prostin supositoria pervagina,
uterus, atau rectum
§ Bila perdarahan uterus
berlanjut berikan Hernabate 1 ampul per IM setiap 5 menit sebanyak tiga kali.
Beri dosis pertama 10 menit setelah pemberian prostin.
d) Lanjutkan kompresi bimanual
e) Pantau TTV dan tanda syok
3) Bila uterus terus berkontraksi
dan perdarahan terus berlanjut, perhatikan apakah ada laserasi.
a) Bila laserasi vagina atau
perineum derajat pertama atau kedua, segera perbaiki
b) Bila laserasi serviks atau
laserasi vagina atau laserasi perineum derajat tiga atau empat: jepit
perdarahan dan lakukan perbaikan bila terjadi hemostasis
4) Bila terjadi tanda-tanda syok:
a) Berikan infuse RL dengan cepat
b) Baringkan pasien dengan kaki sedikit
dinaikkan
c) Berikan oksigen melalui masker
d) Jaga pasien agar tetap hangat,
beri selimut
e) Pantau tanda-tanda vital
5) Pada kasus yang ekstrem,
pertimbanngkan untuk melakukan hal-hal berikut:
a) Injeksi oksitosin secara
langsung ke uterus dengan trompet lowa
b) Lakukan kompresi aorta
c) Lakukan histerektomi atau
D&C bila diperlukan
d) Penatalaksanaan tindak lanjut
e) Lakukan uji hemotokrit:
§ Saat 12 jam setelah pelahiran
§ Saat 24 jam sesudah pelahiran
§ Pertimbangkan pemberian
suplemen zat besi( Geri Morgan, 2009)
8. Komplikasi
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :
a. Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya
kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan
sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat.
Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan
kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks
renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan
menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
b. Anemia
Anemia terjadi
akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam
darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah
apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan
berdampak juga pada asupan ASI bayi.
c. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum
sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis
kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem
endokrin.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20
tahun dan diatas 35 tahun.
b. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan
lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan
berkunang-kunang.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi
dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion,
grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan
tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama / kasep,
chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
d. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
e. Pengkajian fisik :
1) Tanda vital :
§ Tekanan darah : Normal / turun (110/70-120/80 mmHg)
§ Nadi : Normal / meningkat (60-100x/menit)
§ Pernafasan : Normal / meningkat (16-24x/menit)
§ Suhu : Normal / meningkat (36-37,50 C)
2) Kesadaran : Normal / turun
3) Fundus uteri / abdomen : lembek / keras, subinvolusi
4) Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat,
capilary refill time memanjang
5) Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea (jumlah dan
jenis)
6) Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun /
berkurang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d
penurunan jumlah haemoglobin dalam darah, perdarahan pasca persalinan.
b. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca
persalinan, berkurangnya jumlah cairan intravaskuler.
c. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka
pasca operasi.
d. Resiko infeksi b/d luka pasca operasi.
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d
penurunan jumlah haemoglobin dalam darah, perdarahan pasca persalinan.
NOC : perfusi jaringan adekuat / efektif
NIC :
1) Monitor keadaan umum, dan TTV
2) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
3) Monitor adanya paretese.
4) Monitor adanya tanda-tanda hipoksia.
5) Batasi aktivitas / anjurkan untuk bedrest.
6) Berikan cairan parenteral : infuse.
7) Kolaborasi pemberian obat sesuai advis.
b. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca
persalinan, berkurangnya jumlah cairan intravaskuler.
NOC : tidak
terjadi syok
NIC :
1) Monitor keadaan umum, dan TTV
2) Monitor tanda-tanda awal syok.
3) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
4) Monitor nilai input dan output (balance cairan).
5) Monitor adanya tanda-tanda hipoksia.
6) Pantau nilai laborat : Hb. Ht, AGD, elektrolit.
7) Pertahankan kepatenan jalan napas.
8) Batasi aktivitas / anjurkan untuk bedrest.
9) Berikan cairan parenteral : infuse.
10) Kolaborasi pemberian obat sesuai advis.
c. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka
pasca operasi.
NOC : nyeri
berkurang / hilang
NIC :
1)
Lakukan
pengkajian nyeri dengan PQRST.
2)
Monitor keadaan
umum, dan TTV.
3)
Monitor skala
nyeri.
4)
Ajarkan teknik
relaksasi dan distraksi.
5)
Kolaborasi
pemberian obat analgetik sesuai advis.
d. Resiko infeksi b/d porte de entre, luka pasca operasi.
NOC : tidak
terjadi infeksi
NIC :
1) Monitor keadaan umum, dan TTV
2) Pantau tanda-tanda infeksi.
3) Lakukan hecting luka.
4) Melakukan perawatan luka (ganti balut).
5) Lakukan tindakan dengan prosedur aseptic.
6) Gunakan alat pelindung diri (APD).
7) Batasi pengunjung yang datang.
8) Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai advis.
4. Pelaksanaan
Penanganan
perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah hentikan perdarahan,
cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi infus cairan (larutan
garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi
darah, kalau perlu oksigen. Walaupun demikian, terapi terbaik adalah
pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus
yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak
saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan
melakukan "antenatal care" yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai
predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk
bersalin di Rumah Sakit. Di Rumah Sakit, diperiksa kadar fisik, keadaan umum,
kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil
mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan
penguat rahim.
Anemia dalam
kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas normal dapat
membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya
penderita sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus
berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan
banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta.
Dalam kala III,
uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari
dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan
pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segera
setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta
lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang
pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala
menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan
tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa
banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah
bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada
persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya.
Pada perdarahan
yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu
menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Tetapi
apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi
perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada
perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, dengan segera dilakukan massage
uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intravena.
5. Implikasi Keperawatan
a. Melakukan
semua tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai dengan prioritas
masalah dan kondisi pasien.
b. Cara yang terbaik untuk mencegah
terjadinya Perdarahan Post Partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara legeartis. Apabila
persalinan diawasi oleh dokter spesialis obstetric-ginekologi ada yang
menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrik secara IV setelah anak lahir,
dengan tujuan untuk mengurangi perdarahan yang terjadi.
6. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
a. Tanda vital dalam batas normal :
1) Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
2) Denyut nadi : 60-100 x/menit
3) Pernafasan : 16-24 x/menit
4) Suhu : 36-37,50 C
b. Kadar Hb : 12-16 gr%.
c. Gas darah dalam batas normal.
d. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia
mengerti tentang komplikasi dan pengobatan yang dilakukan.
e. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam
mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya.
f.
Klien dapat
melakukan aktifitasnya sehari-hari.
g. Klien tidak merasa nyeri.
h. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan
cemasnya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Perdarahan post
partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran dan
biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital. Perdarahan
postpartum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan postpartum primer, yang terjadi
dalam 24 jam setelah bayi lahir dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi
lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi.
Banyak faktor
yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara lain 4T (tone dimished,
trauma, tissue, thrombin). Faktor resiko yang dapat menyebabkan perdarahan post
partum antara lain grande multipara, perpanjangan persalinan, chorioamnionitis,
hipertensi , kehamilan multiple, injeksi magnesium sulfat, perpanjangan
pemberian oxytocin.
Tanda dan
gelaja perdarahan postpartum secara umum antara lain perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Pasien
mengeluh lemah,limbung, berkeringat dingin, menggigil. Pada perdarahan melebihi
20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah (sistolik <90 mmHg)
nadi (>100x/menit) dan napas cepat, pucat (Hb <8%), extremitas dingin,
sampai terjadi syok.
Komplikasi yang
dapat terjadi pada kasus perdarahan postpartum adalah anemia dan kematian
akibat perdarahan yang tidak segera ditangani. Diagnosa yang muncul antara lain
kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam, gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam, nyeri berhubungan
dengan terputusnya inkontinuitas jaringan, ansietas berhubungan dengan
perubahan keadaan dan ancaman kematian, resiko infeksi berhubungan dengan
perdarahan dan prosedur yang kurang steril dan resiko syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan.
B. Saran
Diharapkan askep ini
dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan keperawatan dan
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tim medis agar
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan
sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam
perawatan perdarahan postpartum.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical
Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company, Philadelpia.
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien
Foundation, Berkeley, CA.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring ,
Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu
Kandungan, Gramedia, Jakarta.
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan
Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.
Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni,
Bandung.